Cerita Tentang Perahu

suatu ketika, entah terjadi kapan, ia menemukan bangkai
sebuah perahu, "ini perahu nuh," katanya. berbulan-bulan
ia perbaiki perahu itu dan hartanya ludes ke situ.

orang-orang tertawa, anak-anak mengejeknya:
"gila! gila! gila! kapan kau berlayar?"
sambil melempari perahu dengan tahi

suatu ketika, entah terjadi kapan, ia ingin marah
dan menghardik anak-anak itu. tapi ia ingat kepada nuh
sambil mengurut dada, ia berdoa:
"tuhan, beri hamba kesabaran nuh!"

tapi anak-anak lain datang dan merusak perahunya sambil
mengejek: "gila! gila! gila!"

suatu ketika, entah terjadi kapan, ia tak lagi sabar
dan akhirnya marah. tiga anak-anak ditangkap dan dihajarnya,
orang-orang marah padanya, balik menghajarnya.

suatu ketika, entah terjadi kapan, ia menemukan bangkai
perahu lain. "ini perahu nuh" katanya
suster rumah sakit jiwa menampar wajahnya dan berkata:
"tolol, ini kamaluanku."

Cinta adalah sebuah kegilaan. Setidaknya, itu dapat ditangkap dari sajak ini. Entah bagaimana perahu Nuh -- sebagaimana dikisahkan dalam cerita nabi-nabi -- menjelma dalam kepala seseorang, entah siapa, dan bukan siapa-siapa. Anak-anak menyebutnya “gila”.

Tapi, itulah cinta. Dan, Budi pun mengakhiri puisi ini dengan humor pahit dan sedikit (tidak) jorok: "tolol, ini kemaluanku."

Sajak ini seperti ingin menyodorkan sebuah nilai kebenaran, kejujuran, dan kesabaran dari sudut pandang lain berbeda sama sekali.

Membaca "Cerita tentang Perahu", tidak bisa tidak kita segera terhubungkan dengan sebuah sajak Sapardi Djoko Damono ini:

0 komentar:

Post a Comment