Keluarga Sumiarsih Kecewa Eksekusi

Keluarga dari terpidana mati Sumiarsih dan Sugeng kecewa atas eksekusi mati yang dilakukan hari ini. "Kami kecewa, ibu dan Sugeng selalu berbuat baik selama ditahanan. Beliau juga sudah dipenjara sejak tahun 1989," kata Valencia, istri Sugeng.

Apalagi, menurut Valencia, selama di penjara Sumiarsih selalu aktif memberikan pelatihan keterampilan terhadap para narapidana lainnya. "Ini sama halnya dihukum dua kali, karena sudah dipenjara lama tapi masih saja di eksekusi mati," tambah Valencia.

Yang lebih memprihatinkan, keluarga juga selalu dipersulit untuk menjenguk terpidana. Bahkan, keluarga juga sering batal menjenguk lantaran tidak mendapatkan izin dari pihak terkait.

Sementara itu, jenazah keduanya langsung dibawa ke malang untuk dimakamkan di pemakaman umum Samaan, Sukun, Malang.
Sebelum dibawa ke Malang untuk dimakamkan, juga dilakukan upacara doa bagi kedua jenazah yang dilakukan di komplek kamar mayat RSU DR Soetomo Surabaya.



Eksekusi Mati Sumiarsih di Lapangan Terbuka

Eksekusi mati terhadap Sumiarsih dan Sugeng dilakukan di lapangan terbuka."Lokasi persisnya saya kurang tahu, yang jelas dilapangan terbuka dan gelap," kata Soetedja Djaja Sasmita, kuasa hukum Sumiarsih, Sabtu (19/7).

Yang pasti, tambah Djaja, suasana disekitar lokasi sangat dingin karena hembusan angin karena lokasinya di lapangan terbuka. "Mirip di lapangan bola, tapi saya tidak bisa melihat karena disekelilingnya tak tampak satupun bangunan," kata Djaja.

Selain kuasa hukumnnya, eksekusi ini juga disaksikan oleh puluhan petugas dari kejaksaan serta beberapa dokter.
"Usai ditembak, dua dokter langsung diperintah untuk memastikan kondisi keduanya," kata Djaja.

Terpidana yang dieksekusi dalam keadaan kedua mata ditutup kain ini menurut Djaja juga langsung meninggal saat itu juga



Eksekusi Tembak Sumiarsih dari Jarak 20 meter

Sumiarsih dan Sugeng dieksekusi mati dengan cara ditembak dari jarak antara 20-25 meter. Soetedja Djaja Sasmita, pengacara keduanya menuturkan hal ini disela-sela kunjunganya di kamar mayat RSU DR Soetomo Surabaya, dini hari ini (19/7).

"Keduanya ditembak secara bersamaan," kata Soetedja. Eksekusi sendidi dilakukan oleh 24 orang regu tembak dari Brimob Polda Jatim tepat pukul 24.20 tadi.

Terpidana di eksekusi dengan mengenakan pakaian panjang serba putih dengan tanda hitam sebesar kepalan tangan di bagian dada kiri (jantung).

"Seorang dari polisi kemudian memberikan aba-aba berupa ketukan tongkat tiga kali, tiba-tiba langsung terdengar letusan senjata secara bersamaan," kata Soetedja.



Eksekusi Mati Sumiarsih Penuhi Keadilan


Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, Abdul Aziz, mengatakan jika eksekusi bagi Sumiarsih dan Sugeng ini juga telah memenuhi kaidah keadilan dan hukum.

Apalagi, perbuatan dua terpidana dalam menghabisi nyawa keluarga Letkol (Mar) Purwanto dilakukan dengan sadis yaitu dengan cara membunuh dan memasukkan korban ke dalam mobil dan memasukkan kejurang plus membakarnya. "Kita hanya menegakkan hukum, dan mungkin inilah yang paling adil dan bisa kita lakukan," tambah Aziz.

Dengan dieksekusinya dua terpidana ini, di Surabaya saat ini masih ada lagi dua terpidana mati yang menunggu putusan grasi oleh Presiden. "Saya tidak bisa sebut namanya, tapi kalau keputusan presiden turun kita akan langsung eksekusi," kata Aziz

Tutur Kata Rasulullah

Penuturan 'Aisyah radhiyallahu anha: "Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam tidaklah berbicara seperti yang biasa kamu lakukan (yaitu berbicara dengan nada cepat). Namun beliau Shallallaahu alaihi wa Salam berbicara dengan nada perlahan dan dengan perkataan yang jelas dan terang lagi mudah dihafal oleh orang yang mendengarnya." (HR. Abu Daud).

Beliau adalah seorang yang rendah hati lagi lemah lembut, sangat senang jika perkataannya dapat dipahami. Di antara bentuk kepedulian beliau terhadap umat ialah dengan memperhatikan tingkatan-tingkatan intelek-tualitas dan pemahaman mereka di dalam berkomunikasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa beliau adalah seorang yang sangat penyantun lagi sabar. Diriwayatkan dari 'Aiysahradhiyallahu 'anhabahwa ia berkata: "Tutur kata Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam sangat teratur, untaian demi untaian kalimat tersusun dengan rapi, sehingga mudah dipahami oleh orang yang mendengar-kannya." (HR. Abu Daud).

Cobalah perhatikan kelemahlembutan dan keluasan hati Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , beliau sudi mengulangi perkataan agar dapat dipahami!

Anas bin Malik Radhiyallahu anhu mengungkapkan kepada kita: "Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam sering mengulangi perkataannya tiga kali agar dapat dipahami." (HR. Al-Bukhari).

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam selalu berlaku lemah lembut kepada orang lain. Dengan sikap seperti itulah orang-orang menjadi takut, segan serta hormat kepada beliau!

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu ia berkata: Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Beliau mengajak laki-laki itu berbicara sehingga membuatnya menggigil ketakutan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam berkata kepadanya: "Tenangkanlah dirimu! Sesungguhnya aku bukanlah seorang raja. Aku hanyalah putra seorang wanita yang biasa memakan dendeng." (HR. Ibnu Majah). [alsofwah.or.id]


Tidur Rasulullah

Ubay bin Ka’Ab Radhiallaahu anhau menuturkan kepada kita bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda: “Jika salah seorang di antara kamu mendatangi pembaringannya, hendaklah mengibaskan kasurnya dengan ujung kain (untuk membersihkannya) serta sebutlah asma Allah Subhannahu wa Ta'ala. Sebab ia tidak tahu kotoran apa yang melekat pada kasurnya itu sepeninggalnya. Jika hendak berbaring, hendaklah berbaring dengan bertelekan pada rusuk kanan. Dan hendaklah mengucapkan: “Maha suci Engkau Ya Allah Ya Rabbi, dengan menyebut nama-Mu aku meletakkan tubuhku, dan dengan nama-Mu jua aku mengangkatnya kembali. Jika Engkau mengambil ruhku (jiwaku), maka berilah rahmat padanya. Tetapi, bila Engaku melepas-kannya, maka peliharalah, sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang shalih.” (HR. Muslim).

Di antara bimbingan yang beliau ajarkan kepada setiap muslim dan muslimah adalah: “Jika kamu mendatangi pembaringanmu, hendaklah berwudhu’ sebagaimana engkau berwudhu ketika hendak shalat. Kemudian berbaringlah dengan bertelekan pada rusuk kananmu.”

Diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiallaahu anha ia berkata: Setiap kali Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam hendak tidur di pembaringannya pada tiap malam, beliau merapatkan kedua telapak tangannya. Lalu meniupnya dan membaca surat Al-Ikhlas (Qul Huwallaahu Ahad), surat Al-Falaq (Qul A’uudzu birabbil Falaq) dan surat An-Naas (Qul A’uudzu birabbin Naas). Kemudian beliau mengusap tubuh yang dapat dijangkau dengan kedua telapak tangannya itu. Dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan. Beliau melakukannya sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari).

Anas bin Malik Radhiallaahu anhu meriwayatkan: “Setiap kali Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam hendak tidur di pembaringannya beliau selalu berdoa: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan, memberi kami minum dan memberi kami kecukupan dan tempat berteduh. Betapa banyak orang yang tidak mempunyai Tuhan yang memberikan kecukupan dan tempat berteduh.” (HR. Muslim).

Dari Abu Qatadah Radhiallaahu anhu ia berkata: “Sesungguhnya bila Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam beristirahat dalam perjalanannya di malam hari, beliau berbaring dengan bertelekan pada rusuk kanan. Dan apabila beliau beristirahat pada waktu menjelang subuh, beliau tegakkan lengan dan beliau letakkan kepala di atas telapak tangan.” (HR. Muslim).

Meskipun anugrah yang Allah Subhannahu wa Ta'ala curahkan kepada kita begitu banyak, namun cobalah lihat wahai saudaraku, kasur yang dipakai penghulu para Nabi, penutup para rasul, makhluk yang paling utama, sebaik-baik bani adam di atas muka bumi. Diriwayatkan oleh ‘Aisyah Radhiallaahu anhu ia berkata: “Sesungguhnya kasur yang dipakai oleh Rasulullah hanyalah terbuat dari kulit binatang (yang telah disamak) yang diisi dengan sabut kurma.” (HR. Muslim).

Pada suatu ketika, beberapa orang sahabat Radhiallaahu anhum datang menemui beliau, berikut juga Umar Radhiallaahu anhu. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam lantas bangkit merubah posisinya, Umar Radhiallaahu anhu melihat tidak ada kain yang melindungi tubuh Rasulullah Radhiallaahu anhu dari tikar yang dipakainya berbaring. Ternyata tikar tersebut membekas pada tubuh beliau Shallallaahu alaihi wa Salam. Melihat pemandangan itu Umar Radhiallaahu anhu pun menangis. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bertanya kepadanya: “Apakah gerangan yang membuatmu menangis wahai Umar?”
Ia menjawab: “Demi Allah, karena saya tahu bahwa engkau tentu lebih mulia di sisi Allah Subhannahu wa Ta'ala daripada raja Kisra maupun Kaisar. Mereka dapat berpesta pora di dunia sesuka hatinya. Sedangkan Engkau adalah seorang Utusan Allah Subhannahu wa Ta'ala namun keadaan engkau sungguh sangat memprihatinkan sebagaimana yang aku saksikan sekarang.”
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Tidakkah engkau ridha wahai Umar, kemegahan dunia ini diberikan bagi mereka, sedangkan pahala akhirat bagi kita!”
Umar Radhiallaahu anhu menjawab: “Tentu saja!”
“Demikianlah adanya!” jawab Nabi.” (HR. Ahmad). [alsofwah.or.id]


Tawadhu'-nya Rasulullah

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam adalah seorang yang sangat elok akhlaknya dan sangat agung wibawanya. Akhlak beliau adalah Al-Qur’an sebagaimana yang dituturkan ‘Aisyah Radhiallaahu anha, ia berkata: “Akhlak Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam adalah Al-Qur’an.” (HR. Muslim).

Beliau juga pernah bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad).

Salah satu bentuk ketawadhu’an Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam adalah; beliau tidak suka dipuji dan disanjung secara berlebihan. Dari Umar bin Kaththab Radhiallaahu anhu ia berkata: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda: “Janganlah kamu sanjung aku (secara berlebihan) sebagaimana kaum Nasrani menyanjung ‘Isa bin Maryam alaihisSalam secara berlebihan. Aku hanyalah seorang hamba Allah, maka panggillah aku dengan sebutan: hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Abu Daud).

Dari Anas bin Malik Radhiallaahu anhu ia berkata: “Ada beberapa orang memanggil Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam sambil berkata: “Wahai Rasulullah, wahai orang yang terbaik dan anak orang yang terbaik di antara kami, wahai junjungan kami dan anak dari junjungan kami.” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam segera menyanggah seraya berkata: “Wahai sekalian manusia, katakanlah sewajarnya saja! Jangan sampai kamu digelincirkan setan. Aku adalah Muhammad hamba Allah dan rasul-Nya. Aku tidak sudi kamu angkat di atas kedudukan yang dianugrahkan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepadaku.” (HR. An-Nasai).

Sebagian orang ada yang menyanjung Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam secara berlebihan. Sampai-sampai ia meyakini bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mengetahui ilmu ghaib atau meyakini bahwa beliau memiliki hak untuk memberikan manfaat dan menurunkan mudharat, bahwa beliau dapat mengabulkan segala permintaan dan menyembuhkan segala penyakit. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala telah menyanggah keyakinan seperti itu. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: “Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik keman-fa’atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.” (Al-Araf: 188).

Demikianlah akhlak Nabi yang mulia, seorang utusan Allah Subhannahu wa Ta'ala, sebaik-baik manusia di muka bumi dan seutama-utama makhluk di kolong langit. Beliau senan-tiasa tunduk patuh dan bertaubat kepada Rabbnya. Beliau tidak menyukai kesombongan, bahkan beliau adalah pemimpin kaum yang tawadhu’ dan penghulu kaum yang tunduk patuh kepada Rabb Subhannahu wa Ta'ala. Anas bin Malik Radhiallaahu anhu mengungkapkan: “Tidak ada seorangpun yang lebih mereka cintai daripada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Walaupun begitu, apabila mereka melihat beliau, mereka tidak berdiri untuk menyambut beliau. karena mereka mengetahui bahwa beliau Shallallaahu alaihi wa Salam tidak menyukai cara seperti itu.” (HR. Ahmad).

Layangkanlah pandanganmu kepada Nabi umat ini Shallallaahu alaihi wa Salam. Saksikan sikap tawadhu’ beliau yang sangat mengagumkan dan keelokan akhlak yang langka ditemukan. Beliau tetap bersikap tawadhu’ terhadap seorang wanita miskin. Beliau luangkan waktu untuk melayaninya, padahal waktu beliau penuh dengan amal ibadah!

Dari Anas bin Malik Radhiallaahu anhu ia berkata: “Suatu hari seorang wanita datang menemui Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ia mengadu kepada beliau sambil berkata: “Wahai Rasulullah, saya membutuhkan sesuatu dari Anda.” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam berkata kepadanya: “Pilihlah di jalan mana yang kamu kehendaki di kota Madinah ini, tunggulah aku di sana, niscaya aku akan menemuimu (melayani keperluan-mu).” (HR. Abu Daud).

Beliau hadir dengan segenap jiwa yang terpuji lagi elok. Menjulang tinggi ke tempat yang terpuji dengannya. Bila disingkap kesturi dari cincinnya kepada jagad raya niscaya setiap orang akan merasakan harumnya baik yang di gunung maupun di lembah.

Sungguh, beliau adalah pemimpin segenap ahli tawadhu’ baik dalam ilmu ataupun amal.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam beliau bersabda: “Andaikata aku diundang makan paha atau kaki binatang, niscaya aku kabulkan undangannya. Andaikata kepadaku hanya dihadiahkan kaki atau paha binatang, tentu akan aku terima hadiah itu.” (HR. Al-Bukhari).

Semoga hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam tadi menjadi pelajaran sekaligus peringatan bagi orang-orang yang takabbur dari sifat sombong dan angkuh.

Abdullah bin Mas’ud Radhiallaahu anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bahwa beliau bersabda: “Tidak akan masuk Surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji zarrah kesombongan.” (HR. Muslim).

Sifat sombong merupakan jalan menuju Neraka, wal ‘iyaadzubillah, meskipun hanya sebesar biji zarrah. Cobalah lihat hukuman yang ditimpakan terhadap orang yang sombong dan angkuh cara berjalannya. Betapa besar kemurkaan dan kemarahan yang diturunkan Allah Subhannahu wa Ta'ala atasnya. Dan betapa pedih siksa yang dideritanya.

Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam beliau bersabda: “Ketika seorang lelaki berjalan dengan mengenakan pakaiannya, takjub dengan kehebatan dirinya sendiri, rambutnya tersisir rapi, berjalan dengan angkuh. Namun tiba-tiba Allah Subhannahu wa Ta'ala menenggelamkannya. Dia terus terbenam ke dasar bumi sampai hari Kiamat.” (Muttafaq ‘alaih). [alsofwah.or.id]


Tangis Rasulullah SAW

Setiap orang pasti pernah menangis, baik kaum pria maupun wanita. Akan tetapi tahukah Anda, mengapa dan karena siapa mereka menangis? Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam juga menangis, padahal dunia berada dalam genggamannya jika beliau menghendaki. Dan Surga ada di hadapan beliau, sementara beliau berada di tempat yang paling tinggi di dalamnya. Benar, beliau memang sering menangis, sebagaimana tangisan seorang hamba ahli ibadah. Beliau menangis di dalam shalat tatkala bermunajat kepada Rabb Subhannahu wa Ta'ala. Beliau juga menangis ketika mendengarkan tilawah Al-Quran. Tangisan yang bersumber dari kelembutan hati dan ketulusan nurani serta dari ma’rifat keagungan Allah Subhannahu wa Ta'ala.

–Yakni bin Abdillah bin Asy-Syikhkhir- dari bapaknya –yakni Abdullah bin Asy-Syikhkhir Radhiallaahu anhu- ia berkata: "Aku datang menemui Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ketika beliau sedang shalat. Dari rongga dada beliau keluar suara seperti bunyi air yang tengah mendidih di dalam kuali, disebabkan tangis beliau." (HR. Abu Daud).

Abdullah bin Mas’ud Radhiallaahu anhu menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah berkata kepadaku: “Bacalah Al-Qur’an untukku” aku berkata: “Wahai Rasulullah, apakah aku yang harus membacanya, sedangkan Al-Qur’an itu diturunkan kepadamu?” beliau menimpali: “Aku lebih suka mendengarkannya dari orang lain.” Akupun membacakan surat An-Nisaa’ untuk beliau. Hingga telah sampai pada ayat: “Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (QS. An-Nisa: 41). Aku lihat air mata beliau menetes.” (HR. Al-Bukhari).

Cobalah perhatikan uban yang menghiasi rambut beliau. Jumlahnya lebih kurang delapan belas helai di kepala dan janggut beliau. Camkanlah dengan mata hatimu, dengarkanlah kisah uban putih tersebut dari penuturan beliau. Abu Bakar Radhiallaahu anhu pernah bertanya: “Wahai Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, sungguh Anda telah beruban.” Beliau menjawab: “Surat Hud, surat Al-Waqi’ah, surat Al-Mursalat, surat ‘Amma yatasaa‘aluun dan surat Idzasy Syamsu kuwwirat telah menyebabkan aku beruban.” (HR. At-Tirmdzi). [alsofwah.or.id]
Versi Cetak


Sifat-sifat Rasulullah


Marilah kita layangkan perhatian kepada sahabat yang melihat langsung Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ia akan menceritakannya kepada kita seolah-olah kita melihat beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Agar kita dapat mengenal ciri fisik beliau yang mulia serta wajah beliau yang penuh senyum.

Al-Bara' bin 'Azib radhiyallah 'anhu menuturkan: "Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam adalah seorang yang sangat tampan wajahnya, sangat luhur budi pekertinya, beliau tidak terlalu jangkung dan tidak pula terlalu pendek." (HR. Al-Bukhari).

Masih dari Al Bara' radhiyallah 'anhu ia berkata: "Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam memiliki dada yang bidang dan lebar, beliau Shallallaahu alaihi wa Salam memiliki rambut yang terurai sampai ke cuping telinga (bagian bawah telinga), saya pernah menyaksikan beliau mengenakan pakaian berwarna merah, belum pernah saya melihat sesuatu yang lebih indah daripada itu." (HR. Al-Bukhari).

Abu Ishaq As-Sabi'i berkata: "Seseorang pernah bertanya kepada Al-Bara' bin 'Azib radhiyallah 'anhu: "Apakah wajah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam lancip seperti sebilah pedang?" ia menjawab: "Tidak, bahkan bulat bagaikan rembulan!" (HR. Al-Bukhari).

Anas bin Malik radhiyallah 'anhu mengungkapkan: "Belum pernah tanganku menyentuh kain sutra yang lebih lembut daripada telapak tangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Dan belum pernah aku mencium wewangian yang lebih harum daripada aroma Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam." (Muttafaq 'alaih).

Di antara sifat beliau adalah "pemalu", sampai-sampai Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallah 'anhu mengatakan: "Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam itu lebih pemalu daripada gadis dalam pingitan. Jika beliau tidak menyukai sesuatu, niscaya kami dapat mengetahui ketidak sukaan beliau itu dari wajahnya." (HR. Al-Bukhari)

Demikianlah beberapa sifat dan budi pekerti Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Sungguh, ayah dan ibuku sebagai tebusannya! Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyempurnakan jasmani dan budi pekerti beliau Shallallaahu alaihi wa Salam. [alsofwah.or.id]


Shalat Sunnah Rasulullah

Rumah yang tegak di atas pilar-pilar keimanan, penuh dengan ibadah dan dzikir, itulah rumah idaman. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mewasiatkan agar rumah kita seperti itu. Beliau Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Lakukanlah beberapa shalat-shalat sunnah di rumahmu. Jangan jadikan rumahmu bagaikan kuburan.” (HR. Al-Bukhari).

Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mengerjakan seluruh shalat-shalat sunnah di rumah. Demikian pula shalat sunnah yang tidak berkaitan dengan tempat tertentu, beliau lebih suka mengerjakannya di rumah. Terutama shalat sunnat ba’diyah Maghrib, tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau pernah mengerjakannya di masjid.

Ada beberapa faidah mengerjakan shalat sunnah di rumah, di antaranya:
- Meneladani sunnah Rasulullah.
- Mengajarkan tata cara shalat kepada istri dan anak-anak.
- Mengusir setan-setan dari rumah disebabkan dzikir dan tilawah Al-Quran.
- Lebih membantu dalam mencapai ibadah yang ikhlas dan jauh dari penyakit riya’. [alsofwah.or.id]


Shalat Malam Rasulullah

Malam telah datang menjelang di langit kota Madinah, suasana gelap menyelimuti jagad raya. Namun Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menerangi sudut-sudut kota dan menghi-dupkan malamnya. Beliau bermunajat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala Rabb alam semesta. Beliau memohon kepada Dzat yang mengurus segala perkara guna melaksanakan perintah Sang Pencipta: “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu, Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (Al-Muzzammil : 1-4).

Abu Hurairah Radhiallaahu anhu menceritakan: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam biasa mengerjakan shalat malam hingga membengkak kedua telapak kakinya. Ada yang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah, mengapa Anda melakukan sedemikian itu, bukankah Allah telah mengampuni segala dosa Anda yang lalu maupun yang akan datang?” beliau menjawab: “Bukankah selayaknya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?” (HR. Ibnu Majah).

Al-Aswad bin Yazid berkata: “Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallaahu anha tentang shalat malam Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. ‘Aisyah menjawab: “Biasanya beliau tidur di awal malam, kemudian tengah malamnya beliau bangun mengerjakan shalat malam. Bila merasa ada keperluan beliau segera menemui istri. Beliau segera bangkit begitu mendengar seruan azan. Beliau segera mandi bila dalam keadaan junub. Jika tidak, maka beliau segera berwudhu’ lalu berangkat (ke masjid untuk) shalat.” (HR. Al-Bukhari).

Shalat malam beliau sangat mengagumkan, ada baiknya kita ketahui panjang ayat yang dibacanya. Semoga dapat kita jadikan contoh dan teladan.

Abu Abdillah Hudzaifah ibnul Yaman Radhiallaahu anhu mengisahkan: Pada suatu malam, aku pernah shalat tahajjud bersama Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Beliau mengawali shalat dengan membaca surat Al-Baqarah, saya berkata di dalam hati, “Mungkin setelah membaca kira-kira seratus ayat, ternyata beliau terus tidak berhenti, saya berkata lagi di dalam hati, “Mungkin, beliau selesaikan pembacaan surat Al-Baqarah. Dalam satu raka’at ternyata beliau terus memulai surat Ali Imron kemudian terus membacanya, saya berbicara di dalam hati: (mungkin) beliau mau ruku setelah selesai Ali-Imron, ternyata beliau terus membaca surat An-Nisa sampai habis. Beliau membaca surat-surat tersebut dengan bacaan tartil. Setiap kali membaca ayat yang menyebutkan kemahasucian Allah Subhannahu wa Ta'ala beliau selalu bertasbih (mengucapkan subhanallah). Setiap kali membaca ayat yang berisikan permohonan, beliau pasti berdoa. Setiap kali membaca ayat yang menyebutkan permintaan berlindung diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, beliau segera mengucapkan ta’awwudz. Ketika ruku’ beliau membaca: “Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung.” Lama ruku’ beliau hampir sama dengan lama berdiri. Kemudian beliau mengucapkan: “Allah Maha mendengar terhadap hamba yang memuji-Nya. Ya Rabb kami, segala puji bagi-Mu.”

Kemudian beliau tegak berdiri (i’tidal), hampir sama lamanya dengan ruku’. Kemudian beliau sujud dan membaca: “Maha Suci Rabbku Yang Maha Luhur.” Lama sujud beliau hampir sama dengan lama i’tidal.” (HR. Muslim). [alsofwah.or.id]


Shalat Dhuha Rasulullah

Matahari telah meninggi, terik cahayanya pun mulai menyengat. Jilatan panasnya seakan membakar wajah. Waktu dhuha telah tiba. Waktu untuk bekerja dan menunaikan kebutuhan. Meskipun beban risalah begitu berat seperti, menjamu duta-duta yang datang berkunjung, memberikan ta’lim (pengarahan) kepada para sahabat Radhiallaahu anhum serta menunaikan hak keluarga, namun beliau tidak pernah lupa beribadah kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Mu’adzah berkata: “Aku bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallaahu anha: “Apakah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam sering mengerjakan shalat Dhuha?” ia menjawab: “Tentu, beliau sering mengerjakan shalat Dhuha empat rakaat bahkan lebih dari itu seluang waktu yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala ” (HR. Muslim).

Bahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam juga mewasiatkan hal itu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ia berkata: Kekasihku (Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam) telah mewasiatkan kepadaku agar berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, agar mengerjakan shalat Dhuha dan agar aku mengerjakan shalat witir sebelum tidur.” (Muttafaq ‘alaih).

Rumah yang tegak di atas pilar-pilar keimanan, penuh dengan ibadah dan dzikir, itulah rumah idaman. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mewasiatkan agar rumah kita seperti itu. Beliau Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Lakukanlah beberapa shalat-shalat sunnah di rumahmu. Jangan jadikan rumahmu bagaikan kuburan.” (HR. Al-Bukhari).

Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mengerjakan seluruh shalat-shalat sunnat di rumah. Demikian pula shalat sunnah yang tidak berkaitan dengan tempat tertentu, beliau lebih suka mengerjakannya di rumah. Terutama shalat sunnat ba’diyah Maghrib, tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau pernah mengerjakannya di masjid. Ada beberapa faidah mengerjakan shalat sunnah di rumah, di antaranya:
- Meneladani sunnah Rasulullah.
- Mengajarkan tata cara shalat kepada istri dan anak-anak.
- Mengusir setan-setan dari rumah disebabkan dzikir dan tilawah Al-Quran.
- Lebih membantu dalam mencapai ibadah yang ikhlas dan jauh dari penyakit riya’. [alsofwah.or.id]


Rasulullah Selalu Membela Kehormatan Orang Lain

Beliau selalu mengoreksi orang yang keliru, meluruskan kesalahan orang yang jahil, memperingatkan orang yang lalai, sama sekali tidak di dapatkan dalam majelis beliau kecuali kebaikan-kebaikan. Hal itu adalah salah satu bukti kesucian majelis dan ketulusan hati beliau.

Beliau selalu menyimak dengan baik dan mendengarkan dengan seksama orang yang berbicara kepadanya. Akan tetapi beliau tidak mau mendengarkan ghibah (gunjingan) dan tidak rela mendengarkan namimah (hasutan) dan buhtan (tuduhan palsu dan ucapan bohong). Beliau selalu membela kehormatan orang lain.

Dari 'Itban bin Malik ia berkata: "Pada sebuah kunjungan, beliau mengerjakan shalat di rumah kami. Seusai shalat beliau bertanya: "Di mana gerangan Malik bin Ad-Dukhsyum?"
Ada seseorang yang menyahut: "Dia adalah seorang munafik, dia tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya!"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam segera menegur seraya berkata: "Jangan ucapkan demikian, bukankah kamu mengetahui dia telah mengucapkan kalimat syahadat Laa ilaaha illallaahu semata-mata mengharapkan pahala melihat wajah Allah."
Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas neraka setiap orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaahu semata-mata mengharapkan pahala melihat wajah Allah! Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas Neraka setiap orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaahu semata-mata mengharapkan pahala melihat wajah Allah! (Muttafaq 'alaih).

Beliau sangat memperingatkan dari persaksian palsu dan perampasan hak!

Dari Abu Bakar ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda: "Inginkah aku kabarkan kepadamu tentang dosa-dosa yang paling besar?"
Kami menjawab: "Tentu saja wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam!"
Beliau berkata: "Mempersekutukan Allah, mendurhakai kedua orang tua, lalu beliau bangkit dari sandarannya sambil berkata: "Ketahuilah, berikutnya adalah persaksian palsu!" beliau terus mengulangi ucapan itu sehingga kami berharap beliau menghentikannya." (Muttafaq 'alaih).

Meskipun beliau mencintai 'Aisyah, beliau tetap menyanggah ghibah yang diucapkan istri beliau tercinta itu. beliau jelaskan kepadanya betapa besar bahaya ghibah.

'Aisyahradhiyallahu 'anha pernah berkata: "Cukuplah bagimu tentang kekurangan Shafiyyahradhiyallahu 'anhabahwa dia begini dan begini."
Perawi menjelaskan: Yaitu pendek tubuhnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam langsung menegur: "Engkau telah mengucapkan sebuah kalimat yang seandainya dicampur dengan air lautan niscaya akan mengotorinya." (HR. Abu Daud).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memberikan kabar gembira bagi orang yang membela kehormatan saudaranya (seagama). Beliau bersabda: "Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya dari perkataan ghibah, niscaya Allah akan membebaskannya dari api Neraka." (HR. Ahmad). [alsofwah.or.id]


Rasulullah di Waktu Pagi

Setelah keheningan malam mulai memecah, seiring dengan fajar yang mulai merekah, saat kewajiban shalat Shubuh selesai ditunaikan, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam tetap duduk di tempat selepas shalat Shubuh untuk berdzikir menyebut asma Allah Subhannahu wa Ta'ala sampai terbit matahari. Kemudian beliau mengerjakan shalat dua rakaat. Jabir bin Samurah Radhiallaahu anhu menceritakan kepada kita: Biasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam selalu duduk di tempat shalat seusai menunaikan shalat subuh sampai matahari benar-benar meninggi.” (HR. Muslim).

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menganjurkan umatnya agar mengamalkan sunnah yang agung tersebut. Beliau menyebutkan pahala dan balasan yang besar bagi orang yang mengamalkannya.

Dari Anas bin Malik Radhiallaahu anhu ia berkata: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda: “Barang siapa yang ikut shalat fajar berjamaah di masjid, lalu duduk berdzikir mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala sampai matahari terbit, kemudian mengerjakan shalat dua rakaat, maka baginya pahala bagaikan orang yang menunaikan ibadah haji dan umrah dengan sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. At-Tirmidzi). [alsofwah.or.id]


Rasulullah Dengan Para Tetangga

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sangat memuliakan para tetangga. Tetangga memiliki kedudukan yang agung dalam kehidupan beliau. Beliau pernah berkata: "Malaikat Jibril senatiasa mewasiatkan agar aku berbuat baik kepada tetangga, sehingga aku mengira ia (Jibril) akan memberikan hak waris (bagi mereka)." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Beliau mewasiatkan Abu Dzar : "Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak makanan, perbanyaklah kuahnya, janganlah engkau lupa membagikannya kepada tetanggamu." (HR. Muslim).

Beliau juga memperingatkan dari bahaya mengganggu tetangga. Beliau bersabda: "Tidak akan masuk Surga orang yang tidak merasa aman tetangganya dari kejahatannya." (HR. Muslim).

Oleh sebab itu, hendaklah kita senantiasa berlaku baik kepada para tetangga. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, hendaklah ia berlaku baik kepada tetangganya." (HR. Muslim). [alsofwah.or.id]


Rasulullah dan Syariat Poligami

Sebagaimana yang sudah dimaklumi bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam menikahi sembilan wanita yang kemudian dikenal dengan sebutan Ummahatul Mukminin Radhiallaahu anhunna Alangkah mulia dan tinggi kedudukan tersebut! Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam menikahi seorang wanita yang berusia senja, berstatus janda, wanita yang lemah, hanya ‘Aisyah Radhiallaahu anha saja yang bertatus gadis di antara seluruh istri-istri beliau.

Beliau adalah contoh terbaik dalam hal berlaku adil kepada para istri, dalam hal pembagian giliran ataupun urusan lainnya. ‘Aisyah Radhiallaahu anha mengungkapkan: Setiap kali Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam hendak melakukan lawatan, beliau selalu mengundi para istri. Bagi yang terpilih akan menyertai beliau dalam lawatan tersebut. Beliau Shallallaahu alaihi wa Salam membagi giliran bagi setiap istri masing-masing sehari semalam.” (HR. Muslim).

Riwayat Anas Radhiallaahu anhu berikut ini memaparkan kepada kita salah satu bentuk keadilan beliau kepada para istri. Anas Radhiallaahu anhu menceritakan: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mempunyai sembilan orang istri. Apabila beliau telah membagi giliran bagi para istri, beliau hanya bermalam di rumah istri yang tiba masa gilirannya. Biasanya para Ummahaatul Mukminin berkumpul setiap malam di rumah tempat beliau bermalam. Pada suatu malam, mereka berkumpul di rumah ‘Aisyah Radhiallaahu anha yang sedang tiba masa gilirannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mengulurkan tangannya kepada Zaenab Radhiallaahu anha yang hadir ketika itu. ‘Aisyah Radhiallaahu anhu berkata: “Itu Zaenab!” Beliau segera menarik tangannya kembali.” (Muttafaq ‘alaih).

Demikianlah suasana rumah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam yang agung. Suasana harmonis seperti itu hanya dapat terwujud dengan bimbingan taufik dan hidayah dari Allah Subhannahu wa Ta'ala. Beliau Shallallaahu alaihi wasallam senantiasa bersyukur kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala yang teraplikasi dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Beliau senantiasa menganjurkan istri-istri beliau untuk giat beribadah serta membantu mereka dalam melaksanakan ibadah, sesuai dengan perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala : “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendiri-kan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerja-kannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.” (Thaha: 132).

Aisyah Radhiallaahu anhu menceritakan: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam biasa mengerjakan shalat malam sementara aku tidur melintang di hadapan beliau. Beliau akan membangunkanku bila hendak mengerjakan shalat witir.” (Muttafaq ‘alaih).

Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam menghimbau umatnya untuk mengerjakan shalat malam dan menganjurkan agar suami istri hendaknya saling membantu dalam mengerjakannya. Sampai-sampai sang istri boleh menggunakan cara terbaik untuk itu, yaitu dengan memercikkan air ke wajah suaminya! demikian pula sebaliknya. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: “Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati seorang suami yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat malam lalu membangunkan istrinya untuk shalat bersama. Bila si istri enggan, ia memercikkan air ke wajah istrinya (supaya bangun). “Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati seorang istri yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat malam lalu membangunkan suaminya untuk shalat bersama. Bila si suami enggan, ia memercikkan air ke wajah suaminya (supaya bangun).” (HR. Ahmad).

Perhatian seorang muslim terhadap penampilan luar sebagai pelengkap bagi kemurnian dan kesucian batinnya termasuk kesempurnaan pribadi dan ketaatan dalam beragama. Beliau Shallallaahu alaihi wasallam adalah seorang yang suci lahir maupun batin, beliau menyenangi wangi-wangian dan siwak dan beliau menganjurkan umatnya untuk itu. Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda: “Seandainya tidak menyusahkan umatku, niscaya akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” (HR. Muslim).

Dari Hudzaifah Radhiallaahu anhu ia berkata: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam biasa menggosok giginya dengan siwak setiap kali bangun dari tidur.” (HR. Muslim).

Syuraih bin Hani’ berkata: “Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallaahu anha : ‘Apa yang pertama sekali dilakukan Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam setiap kali memasuki rumahnya?”
‘Aisyah Radhiallaahu anh menjawab: “Beliau Shallallaahu alaihi wasallam memulainya dengan bersiwak.” (HR. Muslim). Betapa besar perhatian beliau terhadap kebersihan! beliau mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk bertemu dengan keluarga.

Beliau selalu membaca doa setiap kali memasuki rumah, sebagai berikut: “Dengan menyebut nama Allah kami masuk (ke rumah), dan dengan menyebut nama Allah kami keluar (darinya), dan kepada Rabb kami, kami bertawakkal. Kemudian beliau mengucapkan salam kepada keluarganya.” (HR. Abu Daud).

Wahai saudaraku, bahagiakanlah keluargamu dengan penampilan yang bersih dan ucapan salam ketika menemui mereka. Janganlah engkau ganti dengan cacian, makian dan bentakan. [alsofwah.or.id]


Rasulullah Dalam Menunaikan Hak

Hak-hak yang wajib ditunaikan seorang insan sangat banyak. Disana ada hak Allah, hak keluarga, hak diri pribadi maupun hak orang lain. Tahukah kamu bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membagi waktunya dalam sehari untuk menunaikan hak-hak tersebut.

Anas bin Malik menuturkan: "Tiga orang sahabat pernah datang ke rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menanyakan ibadah yang beliau lakukan. Setelah diceritakan tentang ibadah beliau, mereka merasa ibadah yang mereka kerjakan terlalu sedikit dibandingkan dengan ibadah beliau. Mereka berkata: "Alangkah jauh kedudukan kita dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam! Padahal telah diampuni dosa beliau yang lalu maupun yang akan datang. Seorang di antara mereka berkata: "Aku akan shalat malam selamanya." Yang lain berkata: "Sedangkan aku akan berpuasa terus menerus tanpa berbuka." Seorang lagi berkata: "Adapun aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi mereka dan berkata: "Kaliankah yang mengatakan begini dan begini! Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling bertakwa kepada-Nya dari pada kalian semua. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat malam dan juga tidur, aku juga menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku." (Muttafaq 'alaih). [alsofwah.or.id]


Ramalan Tentang Kedatangan Rasulullah SAW

Sebelum Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam diutus menjadi Nabi dan Rasul oleh Allah Ta'ala, telah ada ramalan atau berita tentang akan munculnya Nabi Akhir Jaman yang akan membawa keadilan dan kemuliaan bagi orang yang mengikuti agamanya, Ramalan itu datang dari rahib-rahib Yahudi, pendeta-pendeta Nasrani, maupun dari dukun-dukun orang-orang jahiliyah. Orang-orang Yahudi dan Nasrani memperoleh berita itu berdasarkan kitab-kitab suci yang diturunkan kepada mereka dan pemberitahuan nabi-nabi mereka. Sedangkan dukun-dukun jahiliyah mereka mendapatkan informasi dari jin-jin yang mencuri dengar berita-berita dari langit.

Kisah ini adalah kisah seorang raja di Yaman yang bernama Rabi'ah bin Nashr. Dalam tidurnya ia bermimpi bahwa ia melihat sesuatu yang menakutkan. Ia memanggil para dukun, ahli nujum dan penyihir untuk menjelaskan arti mimpinya. Akan tetapi dia tidak mau menceritakan mimpinya, bahkan ia menyuruh mereka menebak mimpinya dan berkata bahwa mimpinya hanya bisa ditafsirkan oleh orang yang dapat menebaknya.

Para dukun, penyihir dan ahli nujum itu menyerah. Mereka berkata bahwa yang bisa melakukan hal itu hanyalah Sathih dan Syiqq dan mengusulkan agar memanggil keduanya. Kemudian Raja mengutus utusannya menemui Sathih dan Syiqq untuk memanggil mereka. Lalu ternyata Sathih yang datang lebih awal.

Raja Rabi'ah bin Nasr berkata kepada Sathih, "Aku bermimpi dengan sesuatu yang menakutkan, coba tebak apa mimpiku itu! Sebab jika tebakanmu tepat, maka tepat pula penjelasanmu akan arti mimpi itu."
Kemudian Sathih menjawab, "Baiklah, engkau bermimpi melihat benda hitam yang keluar dari sebuah tempat yang gelap, kemudian benda itu jatuh ke tanah yang datar, kemudian semua makhluk hidup memakannya."

Raja berkata, "Tebakanmu tepat sekali, wahai Sathih. Sekarang coba jelaskan apa arti mimpi itu!"
Sathih berkata, "Aku bersumpah dengan siang dan malam, bahwa orang-orang Habsy (Habasyah) pasti akan menginjak negeri kalian, dan mereka akan mengusai daerah Abyan hingga Juras."

Rabi'ah bin Nashr berkata, "Demi ayahmu, wahai sathih, sungguh ini akan menyakitkan kita semua. Kapan hal itu terjadi, pada zamanku atau zaman sesudahku?"
Sathih menjawab, "Tidak pada zamanmu, tetapi sesudah zamanmu, sekitar enam puluh tahun atau tujuh puluh tahun yang akan datang."

Raja bertanya lagi, "Apakah daerah-daerah tersebut akan tetap berada di bawah kekuasaan mereka atau tidak?"

Sathih menjawab, "Tidak selama-lamanya, Daerah tersebut hanya berada di bawah kekuasaan mereka selama tujuh puluhan tahun lebih, setelah itu mereka akan dibunuh dan keluar daripadanya dengan lari terbirit-birit."

Rabi'ah bin Nashr bertanya, "Siapa orang yang membunuh dan mengusir mereka?"
Dijawab, "Dia adalah Iram bin Dzi Yazan. Ia mendatangi mereka dari arah Aden dan tidak menyisakan mereka di Yaman."
Rabi'ah bertanya lagi, "Apakah daerah itu akan dikuasainya terus atau tidak."
Sathih berkata, "Tidak selama-lamanya."

Rabi'ah bin Nashr berkata, "Siapa yang menghentikannya?"
Sathih berkata, "Seorang Nabi yang mendapatkan wahyu dari Dzat Yang Mahatinggi."
Rabi'ah bertanya, "Nabi tersebut berasal dari mana?"
Sathih menjawab, "Dia berasal dari salah seorang dari Bani Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr. Kekuasaan berada dalam genggaman kaumnya hingga akhir zaman."

Rabiah bertanya lagi, "Apakah zaman mempunyai akhir?"
Sathih berkata, "Ya, pada hari itu manusia generasi pertama hingga generasi terakhir dikumpulkan di dalamnya. Pada hari itu, orang-orang yang berbuat baik mendapat kebahagiaan, sedangkan orang-orang jahat mendapatkan kecelakaan."

Rabi'ah bin Nashr bertanya, "Apakah yang engkau katakan ini benar?"
Sathih berkata, "Ya. Demi sinar merah setelah matahari terbenam, demi malam yang gelap gulita, dan demi subuh jika telah menyingsing, sesungguhnya yang aku katakan kepadamu adalah benar."

Setelah itu Syiqq datang. Rabi'ah bin Nashr menyembunyikan ucapan Sathih untuk mengetahui apakah ucapan Syiqq akan sama dengan ucapan Sathih, ataukah berbeda. Syiqq berkata, "Engkau melihat benda hitam yang keluar dari tempat gelap, kemudian benda itu jatuh di antara padang rumput dan anak bukit, lalu ia dimakan oleh semua makhluk hidup."

Rabi'ah mengerti bahwa ucapan Syiqq sama dengan ucapan Sathih, bedanya Sathih mengatakan benda itu jatuh di tanah yang datar, sedangkan Syiqq mengatakan benda itu jatuh di antara padang rumput dan anak bukit. Dia berkata, "Kamu tidak salah, wahai Syiqq. Sekarang coba jelaskan tentang arti mimpi itu?"
Syiqq berkata, "Aku bersumpah dengan malam dan siang, sungguh orang-orang Sudan akan datang ke negeri kalian, mereka pasti memiliki gadis-gadis remaja dan berkuasa di antara Abyan dan Najran."

Rabi'ah bertanya, "Demi ayahmu, wahai Syiqq, sungguh hal itu amat menyakitkan kita. Kapan itu terjadi? Di zamanku atau zaman sesudahku?"
Dijawab, "Tidak terjadi di zamanmu, namun terjadi sesudah zamanmu. Kemudian kalian akan diselamatkan oleh orang besar yang hebat. Orang itu akan menimpakan kehinaan kepada mereka."
Rabiah bertanya, "Siapakah orang besar yang hebat itu?"
Syiqq berkata, "Anak muda yang tidak rendah diri. Ia keluar menemui mereka dari rumah Dzi Yazan, dan tidak menyisakan sedikitpun di antara mereka."

Rabiah bin Nashr bertanya lagi, "Apakah kekuasaannya akan bertahan lama?"
Syiqq menjawab, "Kekuasaannya dihentikan oleh Rasul yang diutus dengan membawa kebenaran dan keadilan di antara orang-orang beragama dan orang-orang mulia. Kekuasaan berada di dalam genggaman kaumnya hingga hari Pengadilan."

Rabi'ah bin Nashr bertanya, "Apakah yang dimaksud dengan hari Pengadilan?"
Syiqq berkata, "Hari pengadilan adalah hari dimana para penguasa mendapatkan balasan atas perbuatannya, dan seruan dikumandangkan dari langit. Seruan tersebut terdengar oleh seluruh makhluk hidup dan yang sudah mati. Pada hari itu, manusia dikumpulkan untuk waktu yang telah ditetapkan. Pada hari itu, keberuntungan dan kebaikan menjadi milik orang yang bertaqwa."

Rabi'ah bertanya, "Apakah yang engkau ucapkan ini benar?"
Dijawab oleh Syiqq, "Demi Tuhan langit dan bumi, serta peningkatan dan perendahan (derajat) yang ada di dalamnya, sesungguhnya apa yang aku ucapkan ini adalah benar dan tidak ada kebathilan di dalamnya."

Ucapan Sathih dan Syiqq tersebut sangat membekas di hati Raja Rabi'ah bin Nashr. Ia kemudian menyiapkan anak-anaknya dan keluarganya untuk pergi ke Irak dengan harapan akan membawa kebaikan bagi mereka. Dia mengirimkan mereka kepada raja Persia yang bernama Sabur bin Khurazzad.

Setelah Rabi'ah bin Nashr meninggal dunia dia diganti oleh Hassan bin Tuban. Hari berganti bulan dan tahun, hingga kekuasaan Yaman berada pada Dzu Nuwas hingga peristiwa Ashabul Ukhduud terjadi. Kemudian Yaman diserang oleh Habasyah dan dikuasai oleh Aryath kemudian direbut oleh Abrahah. Kemudian keturunan Abrahah menguasai Yaman hingga Saif bin Dzu Yazin Al-Himyari meminta bantuan kepada Kisra di kerajan Persia untuk merebut Yaman. Setelah itu Yaman berada pada kekuasaan Persia.

Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah diutus, Kisra (raja) Persia mengirim surat kepada gubernurnya di Yaman, Badzan. Isi suratnya: "Aku mendengar seorang dari suku Quraisy di Makkah mengaku sebagai Nabi, maka temuilah dia dan suruh dia bertaubat. Jika tidak, bawa kepalanya kepadaku."

Kemudian Badzan mengirmkan surat Kisra kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu beliau membalasnya. Dalam surat itu beliau berkata, "Sesungguhnya Allah telah berjanji kepadaku akan mematikan Kisra pada hari ini, di bulan ini." Badzan berkata dalam hatinya, "Jika ia seorang Nabi, maka apa yang dikatakannya pasti akan terjadi." Kemudian Allah Ta'ala mematikan Kisra tepat pada hari yang dikatakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kisra terbunuh ditangan anaknya yang bernama Syirawih.

Ketika Badzan mendengar berita kematian Kisra, ia mengutus utusan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk memberitakan keislaman dirinya dan orang-orangnya. Utusan Badzan berkata, "Siapa yang kami anggap sebagai wali kami wahai Rasulullah?"
Beliau menjawab, "Kalian menjadi bagian dari kami dan perwalian kalian kepada keluarga kami."
Di antara yang beliau katakan adalah, "Salman adalah bagian dari kami, ahlul bait."

Ibnu Hisyam berkata, "Inilah yang dimaksudkan Sathih dengan ucapannya. 'Nabi suci yang mendapatkan wahyu dari Dzat yang Mahatinggi.' dan ucapan Syiqq, "Tidak. Kerajaannya terhenti dengan kedatangan Rasul yang diutus dengan membawa kebenaran dan kemuliaan di antara orang-orang beragama dan orang-orang mulia. Kerajaan dimiliki kaumnya hingga Hari Pengadilan." Wallahu A'lam. (Diringkas dan dikisahkan dari As-Sirah An-Nabawiyah li Ibni Hisyam pentahqiq Sa'id Muhammad Allahham)[alsofwah.or.id]


Putri-putri Rasulullah SAW

Pada zaman jahiliyah, kelahiran seorang bayi perempuan adalah lembaran hitam dalam kehidupan sepasang suami istri. Bahkan merupakan lembaran hitam bagi keluarga dan kabilahnya. Kepercayaan masyarakat jahiliyah seperti itu mendorong mereka mengubur anak perempuan hidup-hidup karena takut cela dan aib. Penguburan anak perempuan tersebut dilakukan dengan cara yang sangat sadis tanpa ada rasa sayang dan belas kasih sama sekali. Anak perempuan tersebut dikubur hidup-hidup. Mereka melakukan perbuatan terkutuk itu dengan berbagai macam cara. Di antaranya, jika lahir seorang bayi perempuan, mereka sengaja membiarkan bayi itu hidup sampai berusia 6 tahun, kemudian si bapak berkata kepada ibu anak yang malang tersebut: “Dandanilah anak ini, sebab aku akan membawanya menemui paman-pamannya.” Sementara si bapak telah menyiapkan lubang di tengah padang pasir yang sepi. Lalu dibawalah anak perempuannya itu menuju lubang tersebut. Sesampainya di sana si bapak berkata kepadanya: “Lihatlah lubang itu!” lalu sekonyong-konyong ia dorong anak itu ke dalamnya dan menimbunnya dengan tanah secara sadis dan keji.

Di tengah-tengah masyarakat jahiliyah seperti itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam muncul dengan membawa agama yang agung ini, agama yang menghormati hak-hak perempuan, baik statusnya sebagai ibu, istri, anak, kakak ataupun bibi.

Putri-putri beliau begitu banyak mendapat curahan kasih sayang dari beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Apabila Fathimah radhiyallahu ‘anha datang, beliau akan segera bangkit menyambutnya sambil memegang tangannya, lalu menempatkannya di tempat duduk beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Demikian pula bila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang mengunjungi Fathimah radhiyallahu 'anhu, ia segera bangkit menyambut beliau shallallahu 'alaihi wasallam sambil menuntun tangan beliau dan menciumnya serta menempatkan beliau di tempat duduknya. (Sebagaimana tertera dalam HR. Abu Daud, Tirmidzi dan An-Nasaai).

Meskipun beliau begitu sayang kepada putri-putrinya dan begitu memuliakan mereka, namun beliau rela menerima talaq (perceraian) kedua putri beliau Ruqaiyyah dan Ummu Kaltsum radhiyallahu 'anhuma dari suami mereka, yaitu ‘Utbah dan ‘Utaibah putra Abu Lahab setelah turun surat Al-Lahab (“Binasalah kedua tangan Abu Lahab”). Beliau tetap sabar serta mengharap pahala dari Allah Ta’ala. Beliau tidak berkenan menghentikan dakwah atau surut ke belakang. Pasalnya kaum Quraisy mengancam, bila beliau tidak menghentikan dakwah, maka kedua putri beliau akan dicerai. Namun beliau tetap teguh dan sabar serta tidak goyah dalam mendakwahkan agama Islam.

Di antara bentuk sambutan hangat beliau terhadap putri beliau adalah sebagaimana yang dituturkan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata: “Pada suatu hari kami, para istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, berada di sisi beliau. Lalu datanglah Fathimah radhiyallahu ‘anha kepada beliau dengan berjalan kaki. Gaya berjalannya sangat mirip dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihatnya, beliau memberikan ucapan selamat untuknya, beliau berkata: “Selamat datang wahai putriku.” Kemudian beliau tempatkan ia di sebelah kanan atau kiri beliau.” (HR. Muslim).

Di antara bentuk kasih sayang dan cinta beliau kepada putri-putri beliau ialah dengan mengunjungi mereka dan menanyakan kabar dan problem yang mereka hadapi. Fathimah radhiyallahu ‘anha pernah datang menemui beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengadukan tangannya yang lecet karena mengadon tepung, ia meminta seorang pelayan kepada beliau. Namun Fatihmah radhiyallahu 'anha tidak bertemu dengan beliau. Fathimah radhiyallahu ‘anha melaporkan kedatangannya kepada ‘Aisyah radhiyallah 'anha. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan perihal kedatangan Fathimah radhiyallahu 'anha. ‘Ali radhiyallahu 'anhu menuturkannya kepada kita: Beliau shallallahu 'alaihi wasallam lalu datang menemui kami berdua saat kami sudah berbaring di atas dipan. Ketika beliau datang, kamipun segera bangkit. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam berkata: “Tetaplah di tempat kamu!” beliaupun mendekat lalu duduk di antara kami berdua hingga aku dapat merasa-kan sejuk kedua telapak kaki beliau di dadaku. Beliau bersabda: “Maukah kamu aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik bagi kamu berdua daripada seorang pelayan?” Apabila kamu hendak tidur, bacalah takbir (Allahu Akbar) tiga puluh empat kali, tasbih (Subhaa-nallaah) tiga puluh tiga kali, dan tahmid (Alham-dulillahi) tiga puluh tiga kali. Sesungguhnya bacaan tersebut lebih baik bagimu daripada seorang pelayan.” (HR. Al-Bukhari).

Sungguh, pada diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terdapat teladan yang baik bagi kita, teladan dalam kesabaran dan ketabahan. Seluruh putra-putri beliau wafat sewaktu beliau masih hidup -kecuali Fathimah radhiyallah 'anha-, namun meskipun demikian beliau tidak menampar-nampar wajah, merobek-robek pakaian dan tidak mengadakan kenduri kematian (sebagaimana yang dilakukan mayoritas manusia sebagai ungkapan kesedihan dan belasungkawa). Beliau shallallahu 'alaihi wasallam tetap sabar dan tabah dengan mengharap pahala dari Allah Ta’ala serta ridha atas takdir dan ketentuan Allah Ta’ala. [alsofwah.or.id]


Persahabatan Rasulullah Yang Tulus

'Aisyahradhiyallahu 'anha menuturkan: "Setiap kali disampaikan kepada beliau sesuatu yang kurang berkenan dari seeorang, beliau tidak mengatakan: "Apa maunya si 'Fulan' berkata demikian!" Namun beliau mengatakan: "Apa maunya 'mereka' berkata demikian!" (HR. At-Tirmidzi).

Anas bin Malik menceritakan: "Pernah suatu kali seorang lelaki datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan bekas celupan berwarna kuning pada pakaiannya (bekas za'faran). Biasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sangat jarang menegur sesuatu yang dibencinya pada seseorang di hadapannya langsung. Setelah lelaki itu pergi, beliau pun berkata: "Alangkah bagusnya bila kalian perintahkan lelaki itu untuk menghilangkan bekas za'faran itu dari bajunya." (HR. Abu Daud & Ahmad).

Abdullah bin Mas'ud berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda: "Inginkah aku kabarkan kepadamu oang yang diselamatkan dari api Neraka, atau dijauhkan api Neraka darinya? Yaitu setiap orang yang ramah, lemah lembut dan murah hati." (HR. At-Tirmidzi). [alsofwah.or.id]


Pelayan Rasulullah

Seorang pelayan yang miskin papa lagi lemah, namun oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ditempatkan pada kedudukan yang layak. Beliau mengukurnya dari sisi agama dan ketakwaannya, bukan dari sisi status sosial dan kedudukannya yang lemah. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah memberikan pengarahan dalam memperlakukan pelayan dan pekerja, beliau bersabda: “Mereka (para pelayan dan pekerja) adalah saudara kamu (seiman). Allah Subhannahu wa Ta'ala menempatkan mereka di bawah kekuasaan kamu. Berilah mereka makanan yang biasa kamu makan, berikanlah mereka pakaian yang biasa kamu pakai. Janganlah memberatkan mereka di luar batas kemampuan. Jika kamu memberikan sebuah tugas, bantulah mereka dalam melaksanakannya.” (HR. Muslim).

Simaklah penuturan seorang pelayan tentang majikannya. Sebuah penuturan yang sangat mengagumkan dan pengakuan yang mengesankan serta pujian nan agung. Pernahkah Anda melihat seorang pelayan memuji majikannya sebagaimana pujian yang diberikan pelayan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam kepadanya!?”

Anas bin Malik Radhiallaahu anhu mengungkapkan: “Aku pernah menjadi pelayan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam selama sepuluh tahun. Tidak pernah sama sekali beliau mengucapkan “hus” kepadaku. Beliau tidak pernah membentakku terhadap sesuatu yang kukerjakan (dengan ucapan): “Mengapa engkau kerjakan begini!” Dan tidak pula terhadap sesuatu yang tidak kukerjakan (dengan ucapan): “Mengapa tidak engkau kerjakan!” (HR. Muslim).

Bukan hitungan hari atau bulan, tetapi genap sepuluh tahun! Jangka waktu yang sangat panjang. Yang penuh dengan suka dan lara, tangis dan tawa. Penuh dengan emosi jiwa dan pasang surut kehidupan. Ayah ibuku menjadi tebusannya, meskipun demikian beliau Shallallaahu alaihi wa Salam tidak pernah membentak atau memerintahnya. Justru sebaliknya, beliau memberikan balasan yang setimpal, membuat bahagia perasaan pelayannya, menutupi kebutuhan mereka beserta keluarga serta mendoakan mereka.

Anas Radhiallaahu anhu mengungkapkan: “Ibuku pernah berkata: “Wahai Rasulullah, anak ini akan menjadi pelayanmu, doakanlah ia.” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam kemudian berdoa: “Ya Allah, anugrahkanlah kepadanya harta dan keturunan yang banyak dan berkahilah rizki yang Engkau curahkan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari).

Beliau Shallallaahu alaihi wa Salam adalah seorang pemberani. Hanya saja keberanian itu cuma beliau pergunakan untuk membela kebenaran semata. Beliau tidak pernah mengebiri hak kaum lemah yang berada di bawah tanggung jawab beliau, baik itu sang istri maupun si pelayan.

‘Aisyah Radhiallaahu anha menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam tidak pernah sama sekali memukul seorangpun kecuali dalam rangka berjihad di jalan Allah Subhannahu wa Ta'ala Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum wanita.” (HR. Muslim).

Itulah ‘Aisyah Radhiallaahu anha, yang telah berulang kali mengungkapkan keluhuran budi sebaik-baik hamba yang terpilih. Telah banyak sekali riwayat yang bercerita tentang keagungan pribadi dan keelokan pergaulan beliau. Sampai-sampai kaum kafir Quraisy juga mengakuinya.

‘Aisyah Radhiallaahu anha kembali mengungkapkan: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam membalas suatu aniaya yang ditimpakan orang atas dirinya. Selama orang itu tidak melanggar kehormatan Allah Subhannahu wa Ta'ala Namun, bila sedikit saja kehormatan Allah Subhannahu wa Ta'ala dilanggar orang, maka beliau adalah orang yang paling marah karenanya. Dan sekiranya beliau diminta untuk memilih di antara dua perkara, pastilah beliau memilih yang paling ringan, selama perkara itu tidak menyangkut dosa.” (HR. Al-Bukhari).

Beliau Shallallaahu alaihi wa Salam menyeru umatnya untuk berlaku lemah lembut dan sabar. Beliau Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala itu Maha Lembut, dan menyukai kelembutan dalam segala perkara.” (Muttafaq ‘alaih). [alsofwah.or.id]


Muhammad Kecil


Muhammad SAW lahir dari seorang ibu keturunan Bani Zuhra bernama Aminah binti Abdul Manaf bin Zuhra. Sejak masih dalam kandungan ibundanya, Muhammad sudah ditinggal wafat ayahandanya, Abdullah bin Abdul Muttalib, dalam suatu perajalanan niaga ke negeri Syam, Suria. Jadilah Muhammad terlahir dan tumbuh sebagai anak yatim. Perihal nama Muhammad yang diberikan oleh datuknya, Abdul Muttalib, menjadi pertanyaan di kalangan kaumnya, karena nama itu tidak umum di kaum mereka. Beliau menginginkan cucunya menjadi orang yang terpuji. bagi Tuhan di langit dan makhluk-Nya di bumi.

Kebiasaan bangsawan di Mekkah setelah kelahiran keturunannya adalah menyerahkannya kepada wanita dari suatu kabilah untuk dirawat dan disusui. Wanita-wanita Bani Sa'ad mengharapkan hasil yang lumayan dari ayah si bayi, karena Muhammad kecil yang yatim tidak begitu diharapkan oleh meraka. Namun akhirnya, karena kehendak Allah, Halimah binti Abi Dhua'ib mau menyusui Muhammad. Subhanallah, atas kehendak Allah jua, sejak Muhammad diambil oleh Halimah, ia merasa banyak keberkahan Allah yang datang. Ternak kambingnya berbadan gemuk-gemuk dan susunya pun bertambah.

Hingga usia dua tahun Muhammad disusui Halimah dan diasuh oleh Syaima', putri Halimah. Muhammad kecil tumbuh besar dengan cepat dan menjadi anak yang sehat. Muhammad hanya sebentar dikembalikan pada ibundanya karena kemudian dibawa kembali oleh Halimah untuk dirawatnya kembali. Selain agar lebih matang, juga karena khawatir wabah Mekkah menyerangnya. Muhammad kembali menghirup udara pedalaman yang jernih dan bebas lebih lama, tidak terikat oleh suatu ikatan jiwa dan materi selama beberapa tahun kemudian.

Pada usia tiga tahun terjadi sesuatu yang kemudian menjadi cerita yang banyak dikisahkan orang : Pembedahan dada Muhammad oleh dua malaikat Allah. Ada beberapa versi tentang peristiwa pembedahan ini.

Dari Banu Sa'd Muhammad belajar mempergunakan bahasa Arab murni. Tahun-tahun yang penuh kenangan indah dan kekal di jiwanya. Kasih sayang dan hormatnya tercurah pada Halimah dan keluarganya. Hingga setelah Muhammad menikah dengan Khadijah, kasih sayang dan hormatnya tak pernah hilang.

Setelah lima tahun usianya, Muhammad dikembalikan dan dirawat di bawah kasih sayang ibunda, datuk, dan paman-pamannya. Sejak lahir, Muhammad sudah dicintai oleh datuknya, Abdul Muttalib. Ketika lahir dahulu, datuknya begitu gembira, seolah Muhammad menjadi pengganti putranya, Abdullah, yang telah meninggal. Jika datuk dan pamannya sedang berkumpul di seputar Ka'bah, didudukannya Muhammad disamping datuknya dan di depan paman-pamannya. Melihat kecintaan itu, paman-pamannya pun tak membiarkan Muhammad duduk di belakang.

Suatu waktu Muhammad dibawa oleh ibundanya dan ditemani oleh Ummu Aiman, budak perempuan yang ditinggalkan (dari) ayahnya dulu yang kemudian menjadi pengasuhnya, menemui saudara-saudara kakeknya dari pihak keluarga Najjar di Madinah. Dalam perjalanan itu pula ditunjukkan rumah tempat ayahnya wafat dulu. Perjalanan yang menjadi kisah penuh cinta pada Madinah sekaligus kisah penuh duka bagi orang yang ditinggalkan keluarganya, sebab ditengah pulangnya dari perjalanan itu, ibundanya pun wafat menyusul ayahandanya. Jadilah Muhammad kecil memikul beban hidup yang berat sebagai yatim piatu. Namun Allah Maha Pengasih dan Mahatahu akan hamba-Nya. Dalam Al Qur'an Allah SWT berfirman : "Bukankah engkau dalam keadaan yatim piatu? Lalu diadakan-Nya orang yang akan melindungimu? Dan menemukan kau kehilangan pedoman, lalu ditunjukkan-Nya jalan itu?". Dan kasih sayang datuknya, Abdul Muttalib selalu tercurah atas kehendak-Nya.

Atas kehendak Allah SWT pula, kasih sayang datuknya tidak dapat dirasakannya lebih lama. Di usia delapan puluh tahun. Abdul Muttalib meninggal sementara muhammad baru berusia delapan tahun. Betapa sangat sedih perasaan bocah yang mulia itu. Kenangannya bersama ibunda dan datuknya terus diingat, meskipun curahan kasih sayang itu masih mengalir dibawah asuhan pamannya, Abu Thalib. Kehendak Allah SWT yang menjadikan Abu Thalib sebagai orang yang melindunginya hingga masa kenabiannya. Perlindungan tiada henti hingga akhir hayatnya. [Tabloid MQ EDISI 8/TH.I/DESEMBER 2001]


Meneladani Kepribadian Rasul

Segala puji hanya untuk Allah, Rabb alam semesta. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Juga kepada keluarga, para sahabat yang mulia dan para pengikut beliau yang setia hingga hari kiamat.

Saudaraku yang dimuliakan Allah, Di antara rukun iman yang kita yakini dalam ajaran agama kita adalah iman kepada para Nabi dan Rasul yang diutus Allah kepada umat manusia. Mereka telah menda'wahkan ajaran tauhid (mengesakan Allah) dan melarang perbuatan syirik (menyekutukan Allah) yang semua itu terangkum dalam ajaran agama yang kita cintai, al-Islam. Allah berfirman : "Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu : Jika kamu mempersekutukan (Rabb), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi". (QS. 39:65).

Nabi dan Rasul terakhir yang diutus Allah ke bumi ini adalah Muhammad shallallahu 'alahi wasallam. Kita telah memberi kesaksian (syahadah) bahwa beliau benar-benar seorang utusan Allah dengan kalimat Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Syahadah ini memiliki konsekuensi membenarkan segala yang datang dari beliau, dan melaksanakan segala perintahnya, menjauhi segala larangannya dan tidak menyembah Allah kecuali dengan cara yang disyari'atkan kepadanya. Beliau hanyalah seorang hamba yang tidak boleh disembah, seorang Rasul yang tidak boleh didustakan dan seorang hamba yang tidak mampu mendatangkan manfaat atau mudharat bagi dirinya atau orang lain, kecuali atas izin Allah dan kehendak-Nya. Allah berfirman : "Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku." (QS. 6:50).

Ada beberapa kepribadian yang sangat menonjol dalam diri Rasulullah sehingga kita diperintah untuk mengambil suri tauladan dalam mendidik umat. Dr. Muhammad Ra'fat Sa'id dalam karyanya berjudul " Ar-Rasul al-Mu'allim, wa Manhajuhu fit ta'lim " mencatat beberapa kepribadian Rasululllah menurut Al-Qur'an.

1. Sebagai Penerima Wahyu
Firman Allah : "Katakanlah: Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Rabb-nya" (QS. 18:110)
Begitulah Al-Qur'an menyatakan tentang pribadi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau memang manusia biasa, tetapi tidak seperti manusia lainnya. Sebab beliau telah menerima wahyu dari Allah dan telah dipilih-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya. Kita pun sebagai umatnya yang mengikuti jejak beliau harus berkepribadian seperti beliau, yang menyadari bahwa kita adalah pewaris wahyu yang telah beliau sampaikan.

2. Pribadi yang Dapat Dipercaya
Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa sifat seorang muballigh, pengajar dan pendidik adalah sifat ash-shidq (berkata benar) dan al-amanah (dapat dipercaya) dalam tablighnya. Selain itu tentunya tidak menyampaikan sesuatu tentang agama yang tidak diwahyukan Allah. Itulah sifat-sifat yang dimiliki oleh beliau. Allah berfirman: "Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) " (Qs. 53 : 3-4).

3. Pembawa Nikmat, Kesucian dan Ilmu
Al-Qur'an menjelaskan bahwa diangkatnya Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai utusan Allah adalah pemberian Allah kepada kaum mu'minin yang mengajari dan membersihkan jiwa mereka setelah sekian lama berada dalam kegelapan. Allah berfirman: "Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka -ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. 3:164).

Disamping tiga kepribadian seperti yang tersebut di atas, masih banyak lagi kelebihan yang dimiliki oleh beliau. Beliau juga merupakan figur yang dicintai dan ditaati oleh para sahabat yang hidup sezaman dengan beliau dan -- Insya Allah -- termasuk kita, meski kita belum pernah melihat beliau semasa hidup. Pribadi yang kokoh dan terlatih juga nampak dalam diri beliau ketika menghadapi kesulitan dalam perjalanan hidup beliau.

Dari sekian banyak kajian tentang perjalanan da'wah dan pendidikan yang beliau lakukan kepada umat, kita dapat mendapat pelajaran bahwa beliau adalah sosok pendidik yang betul-betul memahami tabiat dasar manusia. Para ahli ilmu jiwa pendidikan menyimpulkan, bahwa diantara tabiat manusia : " Dia tidak mau menyempurnakan proses belajar yang mereka tempuh -sepanjang hidupnya- kecuali dari pendidik yang mereka cintai; mereka ketahui kemampuannya; mereka rasakan adanya sentuhan-sentuhan jiwa secara langsung. Raut wajah yang selalu ceria dan perhatian yang penuh."

Sifat itu semua terkumpul dalam sosok pribadi Rasulullah Muhammad shallallahu 'alahi wasallam. Semoga kita dapat meneladaninya. [aldakwah.com]


Makanan Rasulullah


Meja makan dan piring silih berganti dipajang di rumah para pembesar kaum dan para penguasa. Lain halnya dengan Nabi umat ini, padahal negara beserta rakyatnya di bawah kekuasaan beliau. Unta yang penuh dengan muatan tiada henti-hentinya datang kepada beliau. Emas dan perak selalu terhampar di hadapan beliau. Tahukah kamu makanan dan minuman beliau. Apakah seperti hidangan para raja. Atau lebih mewah dari itu. Ataukah seperti hidangan orang-orang kaya dan bergelimang harta, atau lebih lengkap dan lebih komplit. Janganlah terkejut melihat hidangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sederhana lagi memprihatinkan. Anas bin Malik mengungkapkan kepada kita sebagai berikut: "Rasulullah tidak pernah makan siang dan makan malam dengan daging beserta roti kecuali bila menjamu para tamu." (HR. At-Tirmidzi).

Karena sedikitnya jamuan yang tersaji dan banyaknya peserta hidangan, beliau tidak dapat makan kenyang kecuali dengan susah payah. Tidak pernah sekalipun beliau dapat makan sampai kenyang kecuali ketika menjamu para tamu. Beliau dapat kenyang bersama para tamu yang mesti beliau layani.

'Aisyahradhiyallahu 'anha mengungkapkan: "Keluarga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah makan roti gandum sampai kenyang dua hari berturut-turut hingga beliau wafat." (HR. Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan: "Keluarga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah makan roti gandum sampai kenyang tiga hari berturut-turut semenjak tiba di kota Madinah sampai beliau wafat." (Muttafaq 'alaih).

Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah tidak mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Hingga beliau tidur dalam keadaan lapar, tidak ada sesuap makanan pun yang mengganjal perut beliau. Ibnu Abbas menuturkan sebagai berikut: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan keluarga beliau tidur dalam keadaan lapar selama beberapa malam berturut-turut. Mereka tidak mendapatkan hidangan untuk makan malam. Sedangkan jenis makanan yang sering mereka makan adalah roti yang terbuat dari gandum." (HR. At-Tirmidzi).

Keadaan seperti itu bukan karena beliau tidak punya atau kekurangan harta. Justru harta melimpah ruah berada dalam genggaman beliau dan harta-harta pilihan diusung ke hadapan beliau. Akan tetapi, Allah memilih keadaan yang paling benar dan sempurna bagi Nabi-Nya.

'Uqbah bin Al-Harits berkata: "Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengimami kami shalat Ashar. Seusai shalat, beliau segera memasuki rumah, tidak lama kemudian beliau keluar kembali. Aku bertanya kepada beliau, atau ada yang bertanya kepada beliau tentang perbuatan beliau itu. Beliau menjawab: "Aku tadi meninggalkan sebatang emas dari harta sedekah di rumah. Aku tidak ingin emas itu berada di tanganku sampai malam nanti. Karena itulah aku segera membagikannya." (HR. Muslim).

Kedermawanan yang menakjubkan dan pemberian yang tiada bandingannya hanya dapat dijumpai pada diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Anas bin Malik mengungkapkan: "Setiap kali Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dimintai sesuatu karena Islam, beliau pasti memberinya. Pernah datang menemui beliau seorang laki-laki, lantas beliau memberinya seekor kambing yang digembala di antara dua gunung (kambing yang gemuk). Lelaki itu kembali menemui kaumnya seraya berseru: "Wahai kaumku, masuklah kamu ke dalam Islam! Sesungguhnya Muhammad selalu memenuhi segala permintaan seakan-akan ia tidak takut jatuh miskin." (HR. Muslim).

Meski dengan kedermawaan dan pemberian yang demikian menakjubkan itu, namun cobalah lihat keadaan diri beliau, Anas bin Malik menuturkannya kepada kita. Ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah makan hidangan di meja makan hingga beliau wafat, beliau juga tidak pernah makan roti yang terbuat dari gandum halus hingga beliau wafat." (HR. Al-Bukhari).

'Aisyahradhiyallahu 'anha mengisahkan: "Pada suatu hari, Rasulullah datang menemuiku. Beliau bertanya: "Apakah kamu masih menyimpan makanan?"
'Aisyahradhiyallahu 'anha menjawab: "Tidak ada!"
Beliau berkata: "Kalau begitu aku berpuasa." (HR. Muslim).

Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan keluarganya pernah selama sebulan atau dua bulan hanya memakan Aswadaan, yaitu kurma dan air. (HR. Bukhari & Muslim).

Meskipun hidangan yang beliau makan sangat sederhana dan sedikit, namun beliau tidak pernah lupa mensyukuri nikmat Allah. Sebagai cerminan dari akhlak beliau yang luhur dan etika islami yang agung. Begitu pula, beliau tidak lupa berterima kasih kepada orang yang menghidangkannya serta tidak mencela bila ada hal yang kurang berkenan. Sebab, meskipun orang yang memasaknya telah berupaya sebaik mungkin, akan tetapi kekurangan itu pasti selalu ada. Oleh sebab itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah mencela makanan dan orang yang memasaknya. Beliau tidak akan menolak makanan yang disajikan dan tidak menuntut yang tidak tersaji. Beliau adalah Nabi umat ini, perhatian beliau tidaklah tertumpu pada masalah perut dan makanan.

Dari Abu Hurairah ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Beliau akan memakannya bila suka, bila tidak, beliau akan membiarkannya." (Muttafaq 'alaih).

Wahai saudaraku tercinta lagi mulia, bagi yang belum puas dan belum merasa cukup, akan saya bawakan secara ringkas ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah sebagai berikut: "Adapun mengenai masalah makanan dan pakaian, sebaik-baik petunjuk di dalam masalah ini adalah petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Etika beliau terhadap makanan ialah memakan apa yang disajikan bila beliau menyukai-nya. Beliau tidak menolak makanan yang dihidangkan, dan tidak mencari-cari apa yang tidak tersedia. Jika disajikan roti dan daging, beliau akan memakannya. Bila dihidangkan buah-buahan, roti dan daging, beliau akan memakannya. Jika dihidangkan kurma saja atau roti saja, beliau pun memakannya juga. Bila dihidangkan dua jenis makanan, beliau tidak lantas berkata: "Aku tidak mau menyantap dua jenis makanan!" Beliau tidak pernah menolak makanan yang lezat dan manis. Dalam hadits beliau menyebutkan: "Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka. Aku shalat malam dan juga tidur. Aku juga menikahi wanita dan juga memakan daging. Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan termasuk golongan-ku."

Allah telah memerintahkan kita supaya memakan makanan yang baik-baik dan memerintahkan supaya banyak-banyak bersyukur kepada-Nya. Barang siapa yang mengharamkan makanan yang baik-baik, ia tentu termasuk orang yang melampaui batas. Barang siapa yang tidak bersyukur, maka ia telah menyia-nyiakan hak Allah. Petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah petunjuk yang paling tepat dan lurus. Ada dua jenis orang yang menyimpang dari petunjuk beliau:
1. Kaum yang berlebih-lebihan, mereka memuaskan nafsu syahwat dan melarikan diri dari kewajiban.
2. Kaum yang mengharamkan perkara yang baik-baik dan mengada-adakan perbuatan bid'ah, seperti bid'ah rahbaniyyah yang tidak disyariatkan Allah. Sebab, tidak ada rahbaniyyah di dalam agama Islam."

Kemudian Syaikhul Islam melanjutkan: "Setiap yang halal pasti baik, dan setiap yang baik pasti halal. Karena Allah telah menghalalkan seluruh perkara yang baik-baik bagi kita dan mengharamkan seluruh perkara yang jelek. Dan termasuk makanan yang baik ialah yang berguna lagi lezat. Dan Allah telah mengharamkan seluruh perkara yang memudharatkan kita serta menghalalkan seluruh perkara yang bermanfaat bagi kita.

Kemudian beliau Shallallaahu alaihi wasalam melanjutkan: "Umat manusia memiliki selera yang beraneka ragam dalam hal makanan dan pakaian. Kondisi mereka berbeda-beda pada saat lapar dan kenyang. Keadaan seorang insan juga selalu berubah-ubah. Akan tetapi, amal yang terbaik adalah yang paling mendekatkan diri kepada Allah dan yang paling bermanfaat bagi pelakunya." (Majmu' Fatawa II / 310) [alsofwah.or.id]


Kiat Rasulullah Agar Tetap Sehat

1. SELALU BANGUN SEBELUM SHUBUH
Rasul selalu mengajak ummatnya untuk bangun sebelum shubuh, melaksanakan shalat sunah dan shalat Fardhu, shalat shubuh berjamaah. Hal ini memberi hikmah yg mendalam antara lain :
- Berlimpah pahala dari Allah.
- Kesegaran udara shubuh yang bagus untuk kesehatan
- Memperkuat pikiran dan menyehatkan perasaan.

2. AKTIF MENJAGA KEBERSIHAN
Rasul selalu senantiasa rapi & bersih, tiap hari kamis atau Jum'át beliau mencuci rambut-rambut halus di pipi, selalu memotong kuku, bersisir dan berminyak wangi. "Mandi pada hari Jum'át adalah wajib bagi setiap orang-orang dewasa. Demikian pula menggosok gigi dan memakai harum-haruman." (HR Muslim).

3. TIDAK PERNAH BANYAK MAKAN
Sabda Rasul : "Kami adalah sebuah kaum yang tidak makan sebelum lapar dan bila kami makan tidak terlalu banyak (tidak sampai ekkenyangan)." (Muttafaq Alaih).
Dalam tubuh manusia ada 3 ruang untuk 3 benda : Sepertiga untuk udara, sepertiga untuk air dan sepertiga lainnya untuk makanan. Bahkan ada satu tarbiyyah khusus bagi ummat Islam dengan adanya Puasa Ramadhan untuk menyeimbangkan kesehatan.

4. GEMAR BERJALAN KAKI
Rasul selalu berjalan kaki ke Masjid, pasar, medan jihad, mengunjungi rumah sahabat, dan sebagainya. Dengan berjalan kaki, keringat akan mengalir, pori-pori terbuka dan peredaran darah akan berjalan lancar. Ini penting untuk mencegah penyakit jantung.

5.TIDAK PEMARAH
Nasihat Rasulullah : "Jangan Marah" diulangi sampai 3 kali. Ini menunujukkan hakikat kesehatan dan kekuatan Muslim bukanlah terletak pada jasadiyah belaka, tetapi lebih jauh yaitu dilandasi oleh kebersihan dan kesehatan jiwa. Ada terapi yang tepat untuk menahan marah :
- Mengubah posisi ketika marah, bila berdiri maka duduk, dan bila duduk maka berbaring.
- Membaca Ta'awwudz, karena marah itu dari Syaithan
- Segeralah berwudhu.
- Shalat 2 rakaat untuk meraih ketenangan dan menghilangkan kegundahan hati.

6. OPTIMIS DAN TIDAK PUTUS ASA
Sikap optimis akan memberikan dampak psikologis yang mendalam bagi kelapangan jiwa sehingga tetap sabar, istiqomah dan bekerja keras, serta tawakal kepada Allah SWT.

7. TAK PERNAH IRI HATI
Untuk menjaga stabilitas hati & kesehatan jiwa, mentalitas, maka menjauhi iri hati merupakan tindakan preventif yang sangat tepat.

Rasulullah bersabda : "Mu'min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mu'min yang lemah....." (HR Muslim).


Khutbah Terakhir Rasulullah SAW

Pada hari kedelapan Zulhijjah tahun 10 H, yaitu Hari Tarwia, Nabi Muhammad pergi ke Mina. Selama sehari itu sambil melakukan kewajiban salat ia tinggal dalam kemahnya itu. Begitu juga malamnya, sampai pada waktu fajar menyingsing pada hari haji. Selesai salat subuh, dengan menunggang untanya al-Qashwa' tatkala matahari mulai tersembul ia menuju arah ke gunung 'Arafat. Arus manusia dari belakang mengikutinya. Bilamana ia sudah mendaki gunung itu dengan dikelilingi oleh ribuan kaum Muslimin yang mengikuti perjalanannya. Ada yang mengucapkan talbiah, ada yang bertakbir, sambil ia mendengarkan mereka itu, dan membiarkan mereka masing-masing.

Di Namira, sebuah desa sebelah timur 'Arafat, telah pula dipasang sebuah kemah buat Nabi, atas permintaannya. Bila matahari sudah tergelincir, dimintanya untanya al-Qashwa, dan ia berangkat lagi sampai di perut wadi di bilangan 'Urana. Di tempat itulah manusia dipanggilnya, sambil ia masih di atas unta, dengan suara lantang; tapi sungguhpun begitu masih diulang oleh Rabi'a b. Umayya b. Khalaf. Setelah mengucapkan syukur dan puji kepada Allah dengan berhenti pada setiap anak kalimat ia berkata, "Wahai manusia sekalian! perhatikanlah kata-kataku ini! Aku tidak tahu, kalau-kalau sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, tidak lagi aku akan bertemu dengan kamu sekalian.

"Saudara-saudara! Bahwasanya darah kamu dan harta-benda kamu sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini yang suci sampai datang masanya kamu sekalian menghadap Tuhan. Dan pasti kamu akan menghadap Tuhan; pada waktu itu kamu dimintai pertanggung-jawaban atas segala perbuatanmu. Ya, aku sudah menyampaikan ini!

"Barangsiapa telah diserahi amanat, tunaikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya.

"Bahwa semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu berhak menerima kembali modalmu. Janganlah kamu berbuat aniaya terhadap orang lain, dan jangan pula kamu teraniaya. Allah telah menentukan bahwa tidak boleh lagi ada riba dan bahwa riba 'Abbas b. 'Abd'l-Muttalib semua sudah tidak berlaku.

"Bahwa semua tuntutan darah selama masa jahiliah tidak berlaku lagi, dan bahwa tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah darah Ibn Rabi'a bin'l Harith b. 'Abd'l-Muttalib!

"Kemudian daripada itu saudara-saudara. 5 Hari ini nafsu setan yang minta disembah di negeri ini sudah putus buat selama-lamanya. Tetapi, kalau kamu turutkan dia walau pun dalam hal yang kamu anggap kecil, yang berarti merendahkan segala amal perbuatanmu, niscaya akan senanglah dia. Oleh karena itu peliharalah agamamu ini baik-baik.

"Saudara-saudara. Menunda-nunda berlakunya larangan bulan suci berarti memperbesar kekufuran. Dengan itu orang-orang kafir itu tersesat. Pada satu tahun mereka langgar dan pada tahun lain mereka sucikan, untuk disesuaikan dengan jumlah yang sudah disucikan Tuhan. Kemudian mereka menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah dan mengharamkan mana yang sudah dihalalkan.

"Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi ini. Jumlah bilangan bulan menurut Tuhan ada duabelas bulan, empat bulan di antaranya ialah bulan suci, tiga bulan berturut-turut dan bulan Rajab itu antara bulan Jumadilakhir dan Sya'ban.

"Kemudian daripada itu, saudara-saudara. Sebagaimana kamu mempunyai hak atas isteri kamu, juga isterimu sama mempunyai hak atas kamu. Hak kamu-atas mereka ialah untuk tidak mengijinkan orang yang tidak kamu sukai menginjakkan kaki ke atas lantaimu, dan jangan sampai mereka secara jelas membawa perbuatan keji. Kalau sampai mereka melakukan semua itu Tuhan mengijinkan kamu berpisah tempat tidur dengan mereka dan boleh memukul mereka dengan suatu pukulan yang tidak sampai mengganggu. Bila mereka sudah tidak lagi melakukan itu, maka kewajiban kamulah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan sopan-santun. Berlaku baiklah terhadap isteri kamu, mereka itu kawan-kawan yang membantumu, mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka. Kamu mengambil mereka sebagai amanat Tuhan, dan kehormatan mereka dihalalkan buat kamu dengan nama Tuhan.

"Perhatikanlah kata-kataku ini, saudara-saudara Aku sudah menyampaikan ini. Ada masalah yang sudah jelas kutinggalkan ditangan kamu, yang jika kamu pegang teguh, kamu takkan sesat selama-lamanya - Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.

"Wahai Manusia sekalian! Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan! Kamu akan mengerti, bahwa setiap Muslim adalah saudara buat Muslim yang lain, dan kaum Muslimin semua bersaudara. Tetapi seseorang tidak dibenarkan (mengambil sesuatu) dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri.

"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?"

Sementara Nabi mengucapkan itu Rabi'a mengulanginya kalimat demi kalimat, sambil meminta kepada orang banyak itu menjaganya dengan penuh kesadaran. Nabi juga menugaskan dia supaya menanyai mereka misalnya: Rasulullah bertanya "hari apakah ini? Mereka menjawab: Hari Haji Akbar! Nabi bertanya lagi: "Katakan kepada mereka, bahwa darah dan harta kamu oleh Tuhan disucikan, seperti hari ini yang suci, sampai datang masanya kamu sekalian bertemu Tuhan."

Setelah sampai pada penutup kata-katanya itu ia berkata lagi: "Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?!"

Maka serentak dari segenap penjuru orang menjawab: "Ya!"

Lalu katanya: "Ya Allah, saksikanlah ini!"

Selesai Nabi mengucapkan pidato ia turun dari al-Qashwa' - untanya itu. Ia masih di tempat itu juga sampai pada waktu sembahyang lohor dan asar. Kemudian menaiki kembali untanya menuju Shakharat. Pada waktu itulah Nahi a.s. membacakan firman Tuhan ini kepada mereka: "Hari inilah Kusempurnakan agamamu ini untuk kamu sekalian dengan Kucukupkan NikmatKu kepada kamu, dan yang Kusukai Islam inilah menjadi agama kamu." (Qur'an, 5 : 3).

Abu Bakar ketika mendengarkan ayat itu ia menangis, ia merasa, bahwa risalah Nabi sudah selesai dan sudah dekat pula saatnya Nabi hendak menghadap Tuhan.

Setelah meninggalkan Arafat malam itu Nabi bermalam di Muzdalifa. Pagi-pagi ia bangun dan turun ke Masy'ar'l-Haram. Kemudian ia pergi ke Mina dan dalam perjalanan itu ia melemparkan batu-batu kerikil. Bila sudah sampai di kemah ia menyembelih 63 ekor unta, setiap seekor unta untuk satu tahun umurnya, dan yang selebihnya dari jumlah seratus ekor unta kurban yang dibawa Nabi sewaktu keluar dari Medinah - disembelih oleh Ali. Kemudian Nabi mencukur rambut dan menyelesaikan ibadah hajinya.

Dengan selesainya ibadah haji ini, ada orang yang menamakannya 'Ibadah haji perpisahan' yang lain menyebutkan 'ibadah haji penyampaian' ada lagi yang mengatakan 'ibadah haji Islam.' Nama-nama itu memang benar semua. Disebut 'ibadah haji perpisahan' karena ini yang penghabisan kali Muhammad melihat Mekah dan Ka'bah. Dengan 'ibadah haji Islam,' karena Tuhan telah menyempurnakan agama ini kepada umat manusia dan mencukupkan pula nikmatNya. 'Ibadah haji penyampaian' berarti Nabi telah menyampaikan kepada umat manusia apa yang telah diperintahkan Tuhan kepadanya. Tiada lain Muhammad hanya memberi peringatan dan pembawa berita gembira kepada orang-orang beriman. (Khutbah ini disampaikan pada tgl 9 Dzulhijjah Th 10 H di lembah 'Urana, Arafat)[Sejarah Hidup Muhammad - Muhammad Husain Haekal]


Keharmonisan Rumah Tangga Rasulullah


Di bawah naungan rumah tangga yang bersahaja di situlah tinggal sang istri, pahlawan di balik layar pembawa ketenangan dan kesejukan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Dunia itu penuh dengan kenikmatan. Dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah istri yang shalihah.” (Lihat Shahih Jami’ Shaghir karya Al-Albani) Di antara keelokan budi pekerti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan keharmonisan rumah tangga beliau ialah memanggil ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan nama kesayangan dan mengabarkan kepadanya berita yang membuat jiwa serasa melayang-layang.

Aisyah radhiyallah 'anha menuturkan: “Pada suatu hari Rasu-lullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya: “Wahai ‘Aisy (panggilan kesayangan ‘Aisyah radhiyallahu 'anha), Malaikat Jibril shallallahu 'alaihi wasallam tadi menyampaikan salam buatmu.” (Muttafaq ‘alaih).

Bahkan beliau shallallahu 'alaihi wasallam selaku Nabi umat ini yang paling sempurna akhlaknya dan paling tinggi derajatnya telah memberikan sebuah contoh yang berharga dalam hal berlaku baik kepada sang istri dan dalam hal kerendahan hati, serta dalam hal mengetahui keinginan dan kecemburuan wanita. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menempatkan mereka pada kedudukan yang diidam-idamkan oleh seluruh kaum hawa. Yaitu menjadi seorang istri yang memiliki kedudukan terhormat di samping suaminya.

Aisyah radhiyallahu 'anha menuturkan: Suatu ketika aku minum, dan aku sedang haidh, lantas aku memberikan gelasku kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau meminumnya dari mulut gelas tempat aku minum. Dalam kesempatan lain aku memakan sepotong daging, lantas beliau mengambil potongan daging itu dan memakannya tepat di tempat aku memakannya.” (HR. Muslim).

Beliau shallallahu 'alaihi wasallam tidaklah seperti yang diduga oleh kaum munafikin atau seperti yang dituduhkan kaum orientalis dengan tuduhan-tuduhan palsu dan pengakuan-pengakuan bathil. Bahkan beliau shallallahu 'alaihi wasallam lebih memilih etika berumah tangga yang paling elok dan sederhana.

Diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mencium salah seorang istri beliau kemudian berangkat menunaikan shalat tanpa memperbaharui wudhu’.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Dalam berbagai kesempatan, beliau selalu menjelaskan dengan gamblang tingginya kedudukan kaum wanita di sisi beliau. Mereka kaum hawa memiliki kedudukan yang agung dan derajat yang tinggi. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menjawab pertanyaan ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallah 'anhu seputar masalah ini, beliau jelaskan kepadanya bahwa mencintai istri bukanlah suatu hal yang tabu bagi seorang lelaki yang normal.

Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu 'anhu pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : “Siapakah orang yang paling engkau cintai?” beliau menjawab: “’Aisyah!” (Muttafaq ‘alaih).

Barangsiapa yang mengidamkan kebahagiaan rumah tangga, hendaklah ia memperhatikan kisah-kisah ‘Aisyah radhiyallah 'anha bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Bagaimana kiat-kiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membahagiakan ‘Aisyah radhiyallahu 'anha.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha ia berkata: “Aku biasa mandi berdua bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari satu bejana.” (HR. Al-Bukhari).

Rasulullah SAW tidak melewatkan kesempatan sedikit pun kecuali beliau manfaatkan untuk membahagiakan dan menyenangkan istri melalui hal-hal yang diboleh-kan.

Aisyah radhiyallah 'anha mengisahkan: Pada suatu ketika aku ikut bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu aku masih seorang gadis yang ramping. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Mereka pun berangkat mendahului kami. Kemudian beliau berkata kepadaku: “Kemarilah! sekarang kita berlomba lari.” Aku pun meladeninya dan akhirnya aku dapat mengungguli beliau. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam hanya diam saja atas keunggulanku tadi. Hingga pada kesempatan lain, ketika aku sudah agak gemuk, aku ikut bersama beliau dalam sebuah lawatan. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Kemudian beliau menantangku berlomba kembali. Dan akhirnya beliau dapat mengungguliku. Beliau tertawa seraya berkata: “Inilah penebus kekalahan yang lalu!” (HR. Ahmad).

Sungguh! merupakan sebuah bentuk permainan yang sangat lembut dan sebuah perhatian yang sangat besar. Beliau perintahkan rombongan untuk berangkat terlebih dahulu agar beliau dapat menghibur hati sang istri dengan mengajaknya berlomba lari. Kemudian beliau memadukan permainan yang lalu dengan yang baru, beliau berkata: “Inilah penebus kekalahan yang lalu!”

Bagi mereka yang sering bepergian melanglang buana serta memperhatikan keadaan orang-orang yang terpandang pada tiap-tiap kaum, pasti akan takjub terhadap perbuatan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau adalah seorang Nabi yang mulia, pemimpin yang selalu berjaya, keturunan terhormat suku Quraisy dan Bani Hasyim. Pada saat-saat kejayaan, beliau kembali dari sebuah peperangan dengan membawa kemenangan bersama rombongan pasukan besar. Meskipun demikian, beliau tetap seorang yang penuh kasih sayang dan rendah hati terhadap istri-istri beliau para Ummahaatul Mukiminin radhiyallah 'anhun. Kedudukan beliau sebagai pemimpin pasukan, perjalanan panjang yang ditempuh, serta kemenangan demi kemenangan yang diraih di medan pertempuran, tidak membuat beliau lupa bahwa beliau didampingi para istri-istri kaum hawa yang lemah yang sangat membutuhkan sentuhan lembut dan bisikan manja. Agar dapat menghapus beban berat perjalanan yang sangat meletihkan.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali dari peperangan Khaibar, beliau menikahi Shafiyyah binti Huyaiy radhiyallahu 'anha. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengulurkan tirai di dekat unta yang akan ditunggangi untuk melindungi Shafiyyah radhiyallah 'anha dari pandangan orang. Kemudian beliau duduk bertumpu pada lutut di sisi unta tersebut, beliau persilakan Shafiyyah radhiyallah 'anha untuk naik ke atas unta dengan bertumpu pada lutut beliau.

Pemandangan seperti ini memberikan kesan begitu mendalam yang menunjukkan ketawadhu’an beliau. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selaku pemimpin yang berjaya dan seorang Nabi yang diutus memberikan teladan kepada umatnya bahwa bersikap tawadhu’ kepada istri, mempersilakan lutut beliau sebagai tumpuan, membantu pekerjaan rumah, membahagiakan istri, sama sekali tidak mengurangi derajat dan kedudukan beliau. [alsofwah.or.id]


Kehalusan, Kelembutan, dan Kesabaran Rasulullah

Merampas dan mengambil hak orang lain dengan paksa merupakan ciri orang-orang zhalim dan jahat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memancangkan pondasi-pondasi keadilan dan pembelaan bagi hak setiap orang agar mendapatkan dan mengambil haknya yang dirampas. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menjalankan kaidah tersebut demi kebaikan dan semata-mata untuk jalan kebaikan dengan bimbingan karunia yang telah Allah curahkan berupa perintah dan larangan. Kita tidak perlu takut adanya kezhaliman, perampasan, pengambilan dan pelanggaran hak di rumah beliau.

'Aisyah radhiyallahu 'anha menuturkan: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah sama sekali memukul seorang pun dengan tangannya kecuali dalam rangka berjihad di jalan Allah. Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum wanita. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah membalas suatu aniaya yang ditimpakan orang atas dirinya. Selama orang itu tidak melanggar kehormatan Allah Namun, bila sedikit saja kehormatan Allah dilanggar orang, maka beliau akan membalasnya semata-mata karena Allah." (HR. Ahmad).

'Aisyah radhiyallahu 'anha mengisahkan: "Suatu kali aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau mengenakan kain najran yang tebal pinggirannya. Kebetulan beliau berpapasan dengan seorang Arab badui, tiba-tiba si Arab badui tadi menarik dengan keras kain beliau itu, sehingga aku dapat melihat bekas tarikan itu pada leher beliau. ternyata tarikan tadi begitu keras sehingga ujung kain yang tebal itu membekas di leher beliau. Si Arab badui itu berkata: "Wahai Muhammad, berikanlah kepadaku sebagian yang kamu miliki dari harta Allah!" Beliau lantas menoleh kepadanya sambil tersenyum lalu mengabulkan permin-taannya." (Muttafaq 'alaih).

Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam baru kembali dari peperangan Hunain, beberapa orang Arab badui mengikuti beliau, mereka meminta bagian kepada beliau. Mereka terus meminta sampai-sampai beliau terdesak ke sebuah pohon, sehingga jatuhlah selendang beliau, ketika itu beliau berada di atas tunggangan. Beliau lantas berkata: "Kembalikanlah selendang itu kepadaku, Apakah kamu khawatir aku akan berlaku bakhil Demi Allah, seadainya aku memiliki unta-unta yang merah sebanyak pohon 'Udhah ini, niscaya akan aku bagikan kepadamu, kemudian kalian pasti tidak akan mendapatiku sebagai seorang yang bakhil, penakut lagi pendusta." (HR. Al-Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah dan telah dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani).

Merupakan bentuk tarbiyah dan ta'lim yang paling jitu dan indah adalah berlaku lemah lembut dalam segala perkara, dalam mengenal maslahat dan menolak mafsadat.

Kecemburuan yang dimiliki para sahabat telah mendorong mereka untuk menyanggah setiap melihat orang yang keliru dan tergelincir dalam kesalahan. Mereka memang berhak melakukan hal itu! Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang lembut dan penyantun melarang mereka melakukan seperti itu, karena orang itu (pelaku kesalahan itu) jahil atau karena mudharat yang timbul dibalik itu lebih besar. Tentu saja, perilaku Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lebih utama untuk diteladani.

Abu Hurairah menceritakan: "Suatu ketika, seorang Arab Badui buang air kecil di dalam masjid (tepatnya di sudut masjid). Orang-orang lantas berdiri untuk memukulinya. Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan: "Biarkanlah dia, siramlah air kencingnya dengan seember atau segayung air. Sesungguhya kamu ditampilkan ke tengah-tengah umat manusia untuk memberi kemu-dahan bukan untuk membuat kesukaran." (HR. Al-Bukhari).

Kesabaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam menyebarkan dakwah layak menjadi motivasi bagi kita untuk meneladaninya. Kita wajib berjalan di atas manhaj (metode) beliau di dalam berdakwah semata-mata karena Allah tanpa membela kepentingan pribadi.

'Aisyahradhiyallahu 'anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Apakah ada hari yang engkau rasakan lebih berat daripada hari peperangan Uhud?" Beliau menjawab: "Aku telah mengalami berbagai peristiwa dari kaummu, yang paling berat kurasakan adalah pada hari 'Aqabah, ketika aku menawarkan dakwah ini kepada Abdu Yalail bin Abdi Kalaal namun dia tidak merespon keinginanku. Akupun kembali dengan wajah kecewa. Aku terus berjalan dan baru tersadar ketika telah sampai di Qornuts Tsa'alib (sebuah gunung di kota Makkah). Aku tengadahkan wajahku, kulihat segumpal awan tengah memayungiku. Aku perhatikan dengan saksama, ternyata Malaikat Jibril ada di sana. Lalu ia menyeruku: "Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaum-mu dan bantahan mereka terhadapmu. Dan aku telah mengutus malaikat pengawal gunung kepadamu supaya kamu perintahkan ia sesuai kehendakmu. Kemudian malaikat pengawal gunung itu memberi salam kepadaku lalu berkata: "Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu dan bantahan mereka terhadapmu, dan aku adalah malaikat pengawal gunung, Allah telah mengutusku kepadamu untuk melaksanakan apa yang kamu perintahkan kepadaku. Sekarang, apakah yang kamu kehendaki jika kamu menghendaki agar aku menimpakan kedua gunung ini atas mereka, niscaya aku lakukan!" Beliau menjawab: "Tidak, justru aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya." (Muttafaq 'alaih).

Pada hari ini, sering kita lihat sebagian orang yang bersikap terburu-buru dalam berdakwah. Berharap dapat segera memetik hasil. Hanya membela kepentingan pribadi yang justru hal itu merusak dakwah dan mengotori keikhlasan. Oleh sebab itu, berapa banyak kelompok-kelompok dakwah yang gagal karena individu-individunya tidak memiliki kesabaran dan ketabahan!

Setelah bersabar dan berjuang selama bertahun-tahun, barulah terwujud apa yang dicita-citakan Rasulullah.

Dalam sebuah syair disebutkan:
Bagaimanakah mungkin dapat diimbangi seorang insan terbaik yang hadir di muka bumi. br/> Semua orang yang terpandang tidak akan mampu mencapai ketinggian derajat-nya.
Semua orang yang mulia tunduk di hadapannya.
Para penguasa Timur dan Barat rendah di sisi-nya.

Abdullah bin Mas'ud mengungkapkan: "Sampai sekarang masih terlintas dalam ingatanku saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengisahkan seorang Nabi yang dipukul kaumnya hingga berdarah. Nabi tersebut mengusap darah pada wajahnya seraya berdoa: "Ya Allah, ampunilah kaumku! karena mereka kaum yang jahil." (Muttafaq 'alaih).

Pada suatu hari ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tengah melayat satu jenazah, datanglah seorang Yahudi bernama Zaid bin Su'nah menemui beliau untuk menuntut utangnya. Yahudi itu menarik ujung gamis dan selendang beliau sambil memandang dengan wajah yang bengis. Dia berkata: "Ya Muhammad, lunaskanlah utangmu padaku!" dengan nada yang kasar. Melihat hal itu Umar pun marah, ia menoleh ke arah Zaid si Yahudi sambil mendelikkan matanya seraya berkata: "Hai musuh Allah, apakah engkau berani berkata dan berbuat tidak senonoh terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di hadapanku!" Demi Dzat Yang telah mengutusnya dengan membawa Al-Haq, seandainya bukan karena menghindari teguran beliau, niscaya sudah kutebas engkau dengan pedangku!"

Sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memperhatikan reaksi Umar dengan tenang. Beliau berkata: "Wahai Umar, saya dan dia lebih membutuhkan perkara yang lain (nasihat). Yaitu engkau anjurkan kepadaku untuk menunaikan utangnya dengan baik, dan engkau perintahkan dia untuk menuntut utangnya dengan cara yang baik pula. Wahai umar bawalah dia dan tunaikanlah haknya serta tambahlah dengan dua puluh sha' kurma."

Melihat Umar menambah dua puluh sha' kurma, Zaid si Yahudi itu bertanya: "Ya Umar, tambahan apakah ini?
Umar menjawab: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkanku untuk menambahkannya sebagai ganti kemarahanmu!"
Si Yahudi itu berkata: "Ya Umar, apakah engkau mengenalku?"
"Tidak, lalu siapakah Anda?" Umar balas bertanya.
"Aku adalah Zaid bin Su'nah." jawabnya.
"Apakah Zaid si pendeta itu?" tanya Umar lagi.
"Benar!" sahutnya.
Umar lantas berkata: "Apakah yang mendorongmu berbicara dan bertindak seperti itu terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Zaid menjawab: "Ya Umar, tidak satupun tanda-tanda kenabian kecuali aku pasti mengenalinya melalui wajah beliau setiap kali aku memandangnya. Tinggal dua tanda yang belum aku buktikan, yaitu: apakah kesabarannya dapat memupus tindakan jahil, dan apakah tindakan jahil yang ditujukan kepadanya justru semakin menambah kemurahan hatinya. Dan sekarang aku telah membuktikannya. Aku bersaksi kepadamu wahai Umar, bahwa aku rela Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai nabiku. Dan Aku bersaksi kepadamu bahwa aku telah menyedekahkan sebagian hartaku untuk umat Muhammad."
Umar berkata: "Ataukah untuk sebagian umat Muhammad saja sebab hartamu tidak akan cukup untuk dibagikan kepada seluruh umat Muhammad."
Zaid berkata: "Ya, untuk sebagian umat Muhammad.
Zaid kemudian kembali menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan menyatakan kalimat syahadat "Asyhadu al Laa Ilaaha Illallaahu, wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuuluhu". Ia beriman dan membenarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." (HR. Al-Hakim dalam kitab Mustadrak dan men-shahihkannya).

Cobalah perhatikan dialog yang panjang tersebut, sebuah pendirian dan kesudahan yang mengesankan. Semoga kita dapat meneladani junjungan kita nabi besar Muhammad. Meneladani kesabaran beliau dalam menghadapi beraneka ragam manusia. Dan dalam mendakwahi mereka dengan lemah lembut dan santun. Memberikan motivasi bila mereka berlaku baik, serta menumbuhkan rasa optimisme di dalam diri mereka.

'Aisyahradhiyallahu 'anhamenceritakan: "Suatu kali aku pergi melaksanakan umrah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari kota Madinah. Ketika tiba di kota Makkah, aku berkata: "Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ayah dan ibuku sebagai tebusannya, engkau mengqasar shalat namun aku menyempurnakannya, engkau tidak berpuasa justru aku yang berpuasa." Beliau menjawab: "Bagus, wahai 'Aisyah!" Beliau sama sekali tidak mencela diriku." (HR. An-Nasaai). [alsofwah.or.id]